Inalum Menunggu Hasil Perundingan Pemerintah dan Freeport

5 Juni 2018 11:57 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana tambang emas Freeport (Foto: REUTERS/Muhammad Adimaja/Antara Foto)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana tambang emas Freeport (Foto: REUTERS/Muhammad Adimaja/Antara Foto)
ADVERTISEMENT
Presiden Joko Widodo meminta proses divestasi 51% saham PT Freeport Indonesia (PTFI) ke PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) selaku induk Holding BUMN Tambang diselesaikan pada April lalu. Tapi hingga saat ini, pengambilalihan saham tersebut belum juga selesai.
ADVERTISEMENT
Inalum sebenarnya sudah sangat intens bernegosiasi dengan Rio Tinto, perusahaan tambang asal Australia yang memiliki 40% Participating Interest (PI) alias hak kelola di Tambang Grasberg.
Untuk menguasai 51% saham PTFI, Inalum harus membeli 40% hak kelola Rio Tinto itu. Sebab, secara economic interest Freeport McMoRan Inc (FCX) hanya memiliki 54,32% saham PTFI, sementara Rio Tinto memiliki 40% saham PTFI, dan pemerintah Indonesia hanya 5,68% saham PTFI.
Disebut-sebut, harga 40% hak kelola Rio Tinto itu sekitar USD 3,5 miliar atau Rp 49 triliun (kurs Rp 14.000). Sebenarnya tak ada masalah soal uang, konsorsium yang terdiri dari 7 bank sudah siap mengucurkan dana ke Inalum untuk transaksi tersebut.
Namun, Inalum tak bisa segera mengakuisisi hak kelola Rio Tinto karena divestasi saham merupakan bagian dari 4 isu yang dinegosiasikan pemerintah dengan Freeport. Inalum harus menunggu selesainya perundingan pemerintah dengan Freeport.
ADVERTISEMENT
Keempat isu itu adalah stabilitas investasi jangka panjang yang diinginkan Freeport, perpanjangan kontrak hingga 2041, kewajiban divestasi, dan pembangunan smelter. Ada isu-isu yang belum selesai dibahas sehingga divestasi tak dapat berjalan.
Budi Gunadi Sadikin (Foto: ANTARA FOTO)
zoom-in-whitePerbesar
Budi Gunadi Sadikin (Foto: ANTARA FOTO)
Direktur Utama Inalum, Budi Gunadi Sadikin, menjelaskan bahwa pihaknya harus membeli 51% saham PTFI sekaligus dalam satu kali transaksi, yaitu 40% hak kelola Rio Tinto dan 5% saham FCX di PTFI. Transaksi yang melibatkan 3 pihak ini (Inalum, Rio Tinto, dan FCX) baru dapat berlangsung jika pemerintah sudah deal dengan Freeport.
"Kita transaksi sekaligus dieksekusi, beli PI Rio dikonversi menjadi saham, kemudian kita tambah (saham FCX) jadi 51%, dalam sekali transaksi selesai. Itu juga yang bikin transaksi ini kompleks karena melibatkan 3 pihak," ujar Budi dalam diskusi dengan media di Jakarta, Senin (4/6).
ADVERTISEMENT
Meski proses transaksi ini sulit, Budi mengklaim bahwa perkembangannya sudah signifikan. Menurutnya, persoalan tersulit sudah terpecahkan.
"Jujur, saya sebagai bankir, ini adalah transaksi yang paling sulit. Tapi beberapa minggu terakhir kemajuannya cukup signifikan, very major milestone sudah terlampaui. Salah satu aset terbesar milik bangsa, doakan saja Grasberg bisa kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi," ujarnya.
Budi enggan memastikan apakah divestasi saham Freeport bisa terealisasi bulan ini. Inalum tak ingin mengambil langkah terburu-buru yang berisiko menimbulkan kerugian.
"Kami enggak ingin terburu-buru. Lebih baik transaksinya benar daripada terburu-buru dan hasilnya enggak bagus," pungkasnya.