Inaplas: Pengelolaan Sampah Plastik di Indonesia Masih Buruk

8 Agustus 2019 17:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Diskusi Inaplas dan Adupi Soal Pengelolaan Sampah di Restoran Tamani, Grogol, Jakarta Barat, Kamis (8/8). Foto: Abdul Latif/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Diskusi Inaplas dan Adupi Soal Pengelolaan Sampah di Restoran Tamani, Grogol, Jakarta Barat, Kamis (8/8). Foto: Abdul Latif/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah saat ini tengah fokus mengatasi pengelolaan sampah plastik. Bahkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti pernah menyebut Indonesia sebagai negara penyumbang sampah plastik terbesar ke-2 di dunia.
ADVERTISEMENT
Namun jika melihat konsumsi plastik di Indonesia, terbilang masih rendah dibandingkan dengan negara-negara maju.
Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS) memaparkan, total konsumsi plastik di Indonesia adalah 5,76 juta ton per tahun dengan rata-rata konsumsi per kapita sebesar 19,8 kg.
Angka tersebut jauh lebih rendah dibandingkan konsumsi plastik di negara lain seperti Korea, Jerman, Jepang, serta Vietnam yang konsumsi per kapita masing-masing sebesar 141 kg, 95,8 kg, 69,2 kg, dan 42,1 kg.
Direktur Bidang Olefin dan Aromatik Inaplas Edi Rivai mengungkapkan, salah satu penyebabnya yaitu pengelolaan sampah yang masih buruk.
"Tapi kenapa kita hanya 20 kilogram (konsumsi plastik per kapita per tahun) disebut nomor 2 sebagai penyumbang sampah plastik? Bagaimana mungkin konsumsi rendah kita jadi pengotor. Jadi (penyebabnya) waste management (pengelolaan), di luar negeri jauh lebih maju dibandingkan kita," katanya saat diskusi pengelolaan sampah di Restoran Tamani, Grogol, Jakarta Barat, Kamis (8/8).
Saluran irigasi yang dipenuhi sampah plastik di Desa Menawan, Demak, Jawa Tengah, Sabtu (6/7). Foto: ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho
Edi melanjutkan, tingkat daur ulang sampah plastik di Indonesia masih rendah, 45 persen sampah plastik tidak terkelola dari total sampah plastik sekitar 65 juta ton per tahun. Oleh karena itu, Edi meminta agar pengelolaan sampah daur ulang terus ditingkatkan.
ADVERTISEMENT
"Jadi sampah sampah kita itu kotor jadi perlu pengelolaan yang selanjutnya karena itu akan lebih baik kalau sampah itu dipilah dari awal sehingga nanti proses selanjutnya lebih mudah dan waste rate kita tidak jauh (dengan negara maju)," lanjutnya.
Edi pun tak mengelak bahwa plastik sudah menjadi kebutuhan masyarakat. Bahkan dengan pengelolaan plastik yang benar, maka dapat menambah nilai keekonomian dalam sebuah negara.
"Mereka di luar negeri dengan konsumsi yang lebih tinggi dari kita. Mereka enggak punya masalah dengan isu-isu plastik. Waste management bahkan jadi komoditas yang bisa meningkatkan keekonomian suatu negara," katanya.
Sementara itu, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Adupi, Indra Novint, mengatakan, saat ini terdapat 400 perusahaan yang bergerak di bidang daur ulang plastik. Para pelaku usaha daur ulang selama ini bertanggung jawab dalam mengolah plastik dan telah menjalankan bisnis yang berkelanjutan. Keberadaan industri daur ulang juga menyelematkan jutaan masyarakat pemulung yang tidak memiliki keahlian.
ADVERTISEMENT
"Kami tidak ingin mencampuri passion orang yang tidak mau pakai kantong plastik dan sebagainya, tapi kalau ada ajakan pelarangan plastik, ini menyangkut hajat hidup jutaan pekerja," ujarnya.
Indra mengatakan, industri daur ulang sampai saat ini terus berupaya untuk meningkatkan kapasitas daur ulang plasti untuk memproduki produk bernilai. Tapi, tanpa keberpihakan pemerintah hal itu akan sulit dicapai para pelaku industri.
"Kita akan tingkatkan terus infrastruktur untuk daur ulang tapi butuh dukungan kebijakan," tuturnya dia.