INDEF Kritik Dana Rp 677,2 T untuk Pemulihan Ekonomi Akibat Corona

4 Juni 2020 12:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bhima Yudhistira, Ekonom Muda dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF). Foto: Dok. OCBC NISP
zoom-in-whitePerbesar
Bhima Yudhistira, Ekonom Muda dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF). Foto: Dok. OCBC NISP
ADVERTISEMENT
Pemerintah menambah dana mencapai Rp 677,2 triliun sebagai salah satu upaya pemulihan ekonomi nasional yang terdampak virus corona. Dana itu dimanfaatkan untuk beragam sektor mulai dari kesehatan, dunia usaha, sampai stimulus untuk BUMN.
ADVERTISEMENT
Ekonom INDEF Bhima Yudhistira menganggap dukungan dana tersebut ada yang belum tepat sasaran khususnya untuk BUMN. Menurutnya, hal itu bisa mempengaruhi efektif atau tidaknya gelontoran dana yang dikucurkan pemerintah.
“Dana stimulus untuk injeksi BUMN belum tepat sasaran karena beberapa BUMN yang disuntik mengidap masalah tata kelola akut dan proses pengerjaan proyek sebelum pandemi yang sudah bermasalah,” kata Bhima saat dihubungi, Kamis (4/6).
Bhima tidak membeberkan BUMN mana saja yang dimaksudnya bermasalah. Meski begitu, ia tidak menampik salah satu contoh adalah Garuda Indonesia yang tetap merumahkan karyawan kontrak padahal sudah diberi stimulus. Setidaknya ada 12 BUMN yang mendapatkan dukungan dana kali ini.
“Uang stimulus ke BUMN sebagian besar digunakan untuk membayar kewajiban jangka pendek, jadi aliran uangnya masuk ke kreditur. Apa akan menstimulus ekonomi jawabannya belum tentu,” ujar Bhima.
ADVERTISEMENT
Bhima menegaskan stimulus yang diberikan pemerintah harus berdampak besar ke dunia usaha. Ia merasa kondisi saat ini belum bisa dikatakan stimulus tersebut maksimal apalagi untuk UMKM yang terdampak.
“Banyak stimulus yang belum efektif menjawab kebutuhan dunia usaha. Idealnya tarif listrik untuk padat karya, harga gas industri bisa lebih murah di bawah 4 USD per MMBTU, hingga diperlukan subsidi internet untuk pelaku UMKM,” terang Bhima.
Di tengah kondisi tersebut, pemerintah mulai menyusun beragam persiapan jelang penerapan new normal. Bhima mengharapkan pemerintah berpatokan pada kesehatan masyarakat.
Ia menjelaskan semakin banyak masyarakat yang terpapar corona maka new normal bisa membuat beban biaya kesehatan membengkak. Belum lagi dikhawatirkan kalau ada gelombang kedua penyebaran corona.
ADVERTISEMENT
“Pemerintah harusnya melakukan subsidi protokol kesehatan untuk pelaku UMKM. Masalahnya new normal akan meningkatkan biaya operasional, penyediaan APD, ruang jaga jarak dan sebagainya. Tanpa dibantu, kesenjangan antarusaha kecil dan besar makin lebar,” tutur Bhima.