INDEF: Perang Rusia-Ukraina Usai, Belum Tentu Sanksi Ekonomi Ikut Berakhir

14 Desember 2022 12:19 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warga Ukraina Anna Lasho dan Oksana Shurdova berbicara dengan pemilik Viktor Bakurevic di tokonya di Rusia, di kota pantai laut Hitam Varna pada Jumat (25/11/2022). Foto: Nikolay Doychinov/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Warga Ukraina Anna Lasho dan Oksana Shurdova berbicara dengan pemilik Viktor Bakurevic di tokonya di Rusia, di kota pantai laut Hitam Varna pada Jumat (25/11/2022). Foto: Nikolay Doychinov/AFP
ADVERTISEMENT
Terjadinya ketidakpastian global dan menurunnya harga-harga komoditas membuat negara-negara di dunia terancam krisis. Salah satunya faktor utamanya adalah ada sanksi ekonomi imbas konflik geopolitik Rusia-Ukraina.
ADVERTISEMENT
Banyak pihak yang berspekulasi berakhirnya perang akan juga membuka kembali jalur perdagangan, terutama di Eropa. Namun, Ekonom Senior INDEF Nawir Messi mengatakan berakhirnya konflik belum tentu diikuti dengan pengangkatan sanksi ekonomi.
“Banyak yang berharap perang berakhir lalu kemudian sanksi dihapus. Jangan lupa, perang berakhir belum tentu sanksi ekonomi dapat berakhir otomatis. Tidak otomatis risiko hambatan supply chain langsung membaik begitu perang berakhir,” kata Nawir di forum ‘Efek Resesi Global Terhadap Ekonomi Politik Indonesia 2023’, ITS Tower, Rabu (15/12).
Nawir menegaskan, salah satu sektor yang yang terancam imbas dari berlanjutnya sanksi ekonomi internasional adalah sektor pangan, yang belum juga mengalami perkembangan pada beberapa bulan terakhir.
Ia menyebut kondisi pangan RI tahun depan terlihat semakin mengkhawatirkan, mengingat belum ada bahan pokok Indonesia yang swasembada
ADVERTISEMENT
“Negara major producer mulai menutup jalur perdagangan, per 2 bulan terakhir ada 33 negara yang menutup jalur pangannya, sebagai antisipasi global (tahun depan). Setahu saya, kita belum ada pangan yang swasembada, bahkan beras sekalipun,” tuturnya.
Ancaman krisis pangan lainnya adalah minimnya stok pupuk di Indonesia. Anwar menyebutkan setidaknya kuota pupuk akan berkurang drastis tahun depan, sehingga harga global pupuk akan semakin meningkat.
Hal ini akan berdampak pada produksi pertanian, yang akan menghasilkan efek domino terhadap melejitnya harga pangan.
“Yang paling mengkhawatirkan kondisi tahun depan adalah pupuk, implikasinya Indonesia hanya akan mendapatkan kuota sepertiga pupuk dari normal kita tahun ini, Pasti akan mengancam produksi pertanian, tahun depan pasti akan terasa,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
“Nanti kita akan merasakan kenaikan harga pangan, saya khawatir harga pangan akan lebih jauh dari tahun ini dengan pertimbangan-pertimbangan domestik, dan pertimbangan pasar global yang terus merangkak naik,” tambahnya.