INDEF: Perppu Reformasi Bank Indonesia hingga OJK Membahayakan Sistem Keuangan

1 September 2020 16:18 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Rencana penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perppu terkait lembaga-lembaga penjaga stabilitas sistem keuangan, dipertanyakan ekonom. Perppu tersebut kabarnya akan mengubah aspek dan fungsi kelembagaan mulai dari Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), hingga Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
ADVERTISEMENT
Sejumlah ekonom menilai, mengubah undang-undang BI, LPS, hingga OJK, tidak relevan dengan upaya pemerintah melakukan pemulihan ekonomi nasional di tengah pandemi COVID-19.
Ekonom INDEF Dradjad Wibobo menilai, Perppu reformasi keuangan yang diajukan pemerintah sangat tidak logis dan justru dapat membahayakan stabilitas sistem keuangan. Dradjad mengatakan bahwa setidaknya ada 7 alasan dirinya menyebut Perppu reformasi keuangan merupakan rencana yang tidak logis.
“Pertama, tidak ada satu negara pun yang merombak sistem keuangannya di tengah krisis pandemi. Kemudian kalau Indonesia mau mengubah di tengah krisis, kita jadi negara yang aneh di dunia, di satu sisi kasus COVID-19 terus naik,” ungkap Drajad dalam Webinar Stabilitas Sektor Finansial dan Perppu Reformasi Keuangan, Selasa (1/9).
Ilustrasi Bank Indonesia. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Kedua, ada banyak negara yang pertumbuhan ekonominya jauh lebih buruk dibanding Indonesia. Namun mereka juga tidak melakukan perombakan atau reformasi keuangan.
ADVERTISEMENT
Ketiga, perombakan ini bukan praktik terbaik internasional (PTI). Menurut Dradjad di tengah pandemi saat ini setiap negara justru tengah melakukan PTI, yaitu strategi ganda untuk menanggulangi pandemi. Contohnya banyak negara saat ini berupaya untuk menemukan vaksin COVID-19 dibarengi dengan pemberian stimulus ekonomi secara masif. Sedangkan reformasi keuangan yang dicanangkan pemerintah ini dinilai sumbang alias tidak senada.
Keempat, jika pemerintah bersikeras menerbitkan Perppu reformasi keuangan, maka langkah tersebut menurut Dradjad justru akan memberikan kesan bahwa pemerintah Indonesia tengah bingung dan panik. Tentunya hal tersebut akan memberikan efek buruk yang berkepanjangan.
“Alasan keempat ini memberikan kesan pemerintah bingung dan panik, semua hal ditabrak,” ujarnya.
Kelima, rencana penerbitan perppu reformasi keuangan justru mengancam independensi BI. Padahal independensi BI sangat penting. Dradjad mencontohkan semua negara maju yang demokratis seperti AS hingga Inggris sangat menjunjung independensi bank sentral mereka.
ADVERTISEMENT
“Di AS, presiden paling superpower tapi tidak berhak intervensi kebijakan The Fed,” katanya.
Keenam, rencana tersebut berpotensi menciptakan ditaktor moneter dan keuangan tanpa kontrol yang maksimal dari legislator dan aparat hukum.
Terakhir, di masa pandemi ini, pemerintah seharusnya fokus memikirkan upaya untuk mencegah krisis sehingga rencana menerbitkan Perppu reformasi keuangan tidak perlu dilakukan.
Dradjad berharap seharusnya pemerintah melakukan penguatan terhadap lembaga-lembaga KSSK, termasuk LPS. Menurut Dradjad, pemerintah seharusnya fokus pada fakta bahwa sejak 2005, penerimaan negara tidak pernah bisa memenuhi target. “Kita lihat banyak shortfall malah semakin besar dan negara tidak punya tabungan fiskal yang cukup,” tegasnya.