Indef: Produksi Gula Indonesia Paling Mahal di Dunia

28 September 2021 11:25 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Satuan Tugas Ketahanan Pangan Sulawesi Selatan memeriksa garis polisi yang terpasang di tumpukan gula rafinasi ilegal milik UD Benteng Baru, Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (22/5).  Foto: ANTARA FOTO/Dewi Fajriani
zoom-in-whitePerbesar
Satuan Tugas Ketahanan Pangan Sulawesi Selatan memeriksa garis polisi yang terpasang di tumpukan gula rafinasi ilegal milik UD Benteng Baru, Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (22/5). Foto: ANTARA FOTO/Dewi Fajriani
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyebut produksi gula Indonesia paling mahal di antara negara lainnya secara global. Mengutip Kementerian Pertanian, pada tahun 2020 produksi gula dalam negeri mencapai 2,13 juta ton atau lebih rendah dibanding tahun sebelumnya 2,22 juta ton.
ADVERTISEMENT
Peneliti Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bustanul Arifin mengatakan, biaya produksi yang tinggi juga menjadi persoalan saat ini. Bahkan, produksi gula di Indonesia paling mahal dibandingkan Brasil hingga China.
Dalam paparannya yang mengutip data international trade center pada tahun 2020, indeks biaya produksi gula di Indonesia sebesar 192 poin dibanding Brasil 100 poin.
“Kita sudah ditengarai indeks biaya produksinya paling mahal. Jauh dibanding Brasil kita dua kali lipat dari Brasil ,” katanya saat webinar bertajuk Permasalahan, Kelembagaan dan Kerja sama Petani Dengan Pabrik Gula,” Selasa (28/9).
“Akibatnya kita menjadi importir terbesar, importir terbesar itu serius kita itu tahun 2020 4,1 juta ton, jauh melebihi China, AS,” tambah Bustanul.
ADVERTISEMENT
Masih dalam laporannya, indeks biaya produksi gula paling murah disusul, Thailand 109 poin, India 121 poin, Afrika Selatan 129 poin, Australia 129 poin, Filipina 130 poin, China 166 poin.
Sementara itu pada tahun lalu dari sisi importir terbesar di dunia setelah Indonesia yaitu China sebanyak 3,4 juta ton, Amerika Serikat 2,9 juta ton, Bangladesh 2,3 juta ton, Algeria 2,3 juta ton, Korea Selatan 1,9 juta ton, Malaysia 1,9 juta ton, Italia 1,7 juta ton, Spanyol 1,6 juta ton, dan Sudan 1,5 juta ton.
Untuk itu Bustanul menyarankan supaya produksi gula bisa lebih efisien lagi. Salah satu caranya dengan meningkatkan investasi di sektor riset dan teknologi.
“Persoalan produksi rendah, lalu di hilir kita juga sudah paham soal pabrik gula yang sudah tua dan seterusnya,” katanya.
ADVERTISEMENT