Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Indonesia Kebanjiran Baja Impor Asal China karena Aturan Mendag
4 Januari 2019 16:23 WIB
Diperbarui 15 Maret 2019 3:50 WIB
ADVERTISEMENT
Angka impor produk baja ke Indonesia naik tajam sepanjang 2018. Sebaliknya, impor baja ke negara-negara Asia Tenggara secara pertumbuhan justru negatif. Serbuan baja-baja impor yang mayoritas datang dari China didorong oleh Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 22 Tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Besi dan Baja.
ADVERTISEMENT
Permendag 22 Tahun 2018 dimanfaatkan pengimpor dengan mengubah Harmonied System (HS) number dari produk baja karbon menjadi alloy steel. Dengan kata lain, volume impor baja karbon menurun yang kemudian disubstitusi dengan naiknya impor baja paduan. Tujuannya agar mendapatkan bea masuk yang rendah. Kemudian pemeriksaan barang juga menjadi lebih longgar, yakni dari awalnya berada di Pusat Logistik Berikat (PLB) menjadi pemeriksaan post border inspection. Dengan pergeseran pemeriksaan ke post border inspection, pengawasan impor baja yang sebelumnya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) beralih ke Kementerian/Lembaga (K/L). Kecurangan importir dan lemahnya pemeriksaan kemudian memicu banjirnya baja impor.
Hal ini dibenarkan oleh Direktur Utama PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) Silmy Karim saat berkunjung ke kantor kumparan, Jakarta, Selasa (11 Desember 2018).
ADVERTISEMENT
“Karena Permendag itu tidak lagi menjadikan Bea Cukai sebagai palang pintu terakhir karena dia enggak berwenang untuk periksa. Wong itu dokumen, siapa yang mau periksa,” ungkap Silmy.
Menurut data Krakatau Steel, impor baja ke Indonesia meningkat 59 persen pada kuartal I-2018 yakni menjadi 250.783 ton, dari sebelumnya hanya 157.528 ton pada kuartal I-2017. Data terbaru yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), impor nonmigas yakni benda-benda dari besi dan baja naik 54,14 persen pada November 2018. Melonjaknya impor baja berperan besar terhadap naiknya defisit neraca perdagangan pada November sebesar USD 2,05 miliar. Defisit Neraca Perdagangan November merupakan yang terparah sepanjang tahun 2018, bahkan sejak Juli 2013.
Dampak dari banjir baja impor tentunya akan mematikan industri baja nasional karena produk baja nasional kalah bersaing. Alasannya, impor baja ke Indonesia masuk melalui proses curang sehingga bisa memangkas biaya masuk dan memperoleh rebate. Padahal margin di industri baja sangat tipis.
ADVERTISEMENT
“Dia impor, yang kena pajak 20 persen. Dikasih statement itu baja alloy padahal itu baja karbon. Terlepas yang impor itu penjual, produsen atau trader. Dia jual lagi, tapi ujungnya itu baja karbon, bukan baja alloy,” tambahnya.
Silmy menuturkan industri baja merupakan industri padat modal. Bila ditutup, butuh usaha panjang untung menghidupkannya kembali. Padahal, industri baja di negara mana pun merupakan penopang atau mother industry sehingga perannya sangat vital.
“Karena enggak bayar custom. Akibatnya industri hulunya menurun, dan tewas. Tewasnya bertahap. Tewas pertama, dia berani impor supaya cost lebih rendah. Mereka produksi. Ada yang top lagi. Impor aja barang jadinya. Karena kalau kita bicara tentang mematikan industri. Menghidupkannya lagi bukan hitungan hari atau bulan. Itu bisa tahunan,” sebutnya.
Serbuan baja impor, lanjut Silmy, tak terpengaruh oleh efek perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Hal ini bisa dilihat dengan data impor negara tetangga pada kuartal I-2018, yakni semuanya mengalami penurunan impor baja, seperti: Malaysia (turun 20 persen), Filipina (turun 46 persen), Singapura (turun 13 persen), Thailand (turun 30 persen), dan Vietnam (turun 64 persen).
ADVERTISEMENT
“Ini (murni) dampak dari Permendag. Perang dagang belum kena kita,” ujarnya.
Namun, Silmy tak putus asa. Ia melakukan lobi dan menjalin komunikasi dengan seluruh pengambil kebijakan. Bahkan, ia bertemu langsung dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menceritakan kondisi baja nasional. Presiden, ungkap Silmy, merespons positif dengan memerintahkan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita untuk merevisi Permendag 22 Tahun 2018.
“Saya sudah datangi Bea Cukai, semua sudah kita datangi, termasuk presiden. Makanya Jumat kita laporkan terus Senin ada perubahan,” tutupnya.
Mendag Revisi Permendag 22 Tahun 2018, Kembalikan Fungsi Bea Cukai
Mendag Enggartiasto Lukita menarik kembali Permendag 22 Tahun 2018. Dia mengubah aturan tersebut dan mengembalikannya ke aturan yang lama.
"Iya, Permendag 22 Tahun 2018 itu sudah diubah supaya kita enggak melenggang kenaikan tertinggi di dunia impornya," kata Enggar saat ditemui usai penandatangan kerja sama Indonesia-EFTA di kantornya, Jakarta, Minggu (16/12) sore.
Dengan dikembalikannya ke aturan lama, Enggar menjelaskan pengawasan impor besi dan baja akan dilakukan melalui Pusat Logistik Berikat (PLB) dari sebelumnya melalui post border inspection. Pengawasan baja akan kembali dan berada di bawah Ditjen Bea dan Cukai.
ADVERTISEMENT
Tapi aturan ini belum berjalan efektif. Enggar mengaku pihaknya masih menunggu Kementerian Hukum dan HAM untuk mengundangkan aturan yang baru ini.
"Jadi kita balikan lagi ke border. (Efektif) setelah diundangkan oleh Kemenkumham. Tanya mereka kapan selesainya," lanjut dia.
Awalnya, Permendag 22 Tahun 2018 diberlakukan untuk mengurangi waktu bongkar muat di pelabuhan (dwelling time). Tapi aturan ini justru menjadi celah pengimpor yang ingin mendapatkan bea masuk yang murah dengan mengubah jenis baja impornya. Impor baja pun melonjak tajam.