Indonesia Mau Jadi Negara Maju di 2045, Ini yang Harus Dilakukan

5 Agustus 2021 6:44 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sebuah mobil ambulans melintas saat berlangsungnya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di kawasan Jenderal Sudirman, Jakarta. Foto: M RISYAL HIDAYAT/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Sebuah mobil ambulans melintas saat berlangsungnya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di kawasan Jenderal Sudirman, Jakarta. Foto: M RISYAL HIDAYAT/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Indonesia mempunyai mimpi menjadi negara maju di 2045. Namun, keinginan naik kelas tersebut saat ini menemui jalan terjal karena merebaknya pandemi COVID-19.
ADVERTISEMENT
Indonesia malah kehilangan gelar Upper Middle Income Country alias negara berpenghasilan menengah atas di tahun 2020. Saat ini, Indonesia kembali menjadi negara dengan status Lower Middle Income Country alias negara berpendapatan menengah bawah.
Lalu, apa yang harus dilakukan agar mimpi RI jadi negara maju di 2045 terwujud? Berikut ini selengkapnya.

Ekonomi RI Harus Tumbuh 6 Persen untuk Jadi Negara Maju

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mesti merancang ulang skenario untuk Indonesia bisa menjadi negara maju sebelum 2045. Menurut Kepala Bappenas Suharso Monoarfa, target tersebut masih bisa kembali ke jalur semula apabila setidaknya Indonesia mengantongi ekonomi 6 persen di 2022.
"Kita kembali ke meja perencanaan dan menurut hitungan Bappenas, maka rata-rata pertumbuhan kita adalah 6 persen pada 2022 sebagai titik awal dan sehingga kurva kembali lagi pada tahun 2029. Jadi 2022 mesti naik pertumbuhan 6 persen, hanya untuk mengendalikan dan kembalinya itu pada tahun 2029," kata Suharso dalam peringatan 50 tahun CSIS, Rabu (4/8).
ADVERTISEMENT
"Kalau kita bisa tumbuh di atas 7 persen, kita akan kira-kira 2038, tapi kalau 6 persen maka di 2042 atau 2043. Tapi kalau di bawah 6 atau hanya 5 persen, maka yang tadinya skenario Bappenas bisa 2045, ini mungkin kita belum bisa lolos dari graduasi middle income trap," sambung Suharso.
Ketum Partai PPP menjelaskan, butuh sejumlah skenario yang harus dikebut buat kembali sesuai jalur yang telah disiapkan. Pertama dengan transformasi ekonomi di antaranya dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, hingga meningkatkan produktivitas sektor ekonomi.
Adapun selanjutnya yakni promosi ekonomi hijau, transformasi digital, hingga integrasi ekonomi di seluruh wilayah Indonesia. Terakhir, Suharso juga menyebut keberadaan ibu kota baru memiliki andil dalam tercapainya cita-cita menjadi negara maju tersebut.
ADVERTISEMENT

Jika Tak Kesampaian di 2045, RI Gagal Jadi Negara Maju

Mantan Menteri Riset dan Teknologi, Bambang Brodjonegoro, menilai visi tersebut memang harus sudah diraih Indonesia sebelum tahun 2045. Ini baginya bukan semata karena bertepatan dengan seremonial 100 tahun kemerdekaan, melainkan juga sebagai sebuah tenggat waktu yang sulit buat dikompromikan.
Komisaris Utama Telkom itu bahkan menyebut Indonesia harus melupakan mimpi tersebut, apabila gagal mewujudkannya sebelum 2045.
"Saya menegaskan 2045 penting bukan hanya merayakan 100 tahun kemerdekaan. Kalau deadline 2045 tidak bisa kita penuhi susah atau belum berhasil keluar dari Middle Income Trap 2045, akhirnya kita harus melupakan mimpi itu," kata Bambang dalam acara peringatan 50 tahun CSIS yang digelar secara daring, Rabu (4/8).
ADVERTISEMENT
Dia berargumen, tahun-tahun sebelum 2045 menjadi momentum yang sangat pas bagi Indonesia lantaran melimpahnya bonus demografi. Mayoritas masyarakat berada dalam usia produktif.
Bonus demografi ini, menurut dia, menjadi faktor utama banyak negara berhasil keluar dari jebakan kelas menengah dan naik menjadi negara high income.
Lebih lanjut, dia menilai mayoritas penduduk Indonesia bakal berada di usia pensiun setelah 2045, sehingga sumber daya manusia buat menggenjot perekonomian juga semakin berkurang.

Hanya 20 Negara Lolos dari Middle Income Trap, Bagaimana dengan Indonesia?

Indonesia saat ini dihadapkan dengan kemungkinan terperosok pada jebakan negara berpenghasilan menengah atau middle income trap. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan jika tidak diantisipasi dengan baik, kondisi ini bisa membuat Indonesia sulit untuk naik kelas menjadi negara maju atau berpenghasilan tinggi (high income country).
ADVERTISEMENT
Menurut Sri Mulyani, jebakan tersebut benar adanya sebab dari 190 negara, hanya kurang dari 20 negara yang berhasil lolos dari middle income trap.
“Indonesia sekarang middle income country. Dan kita tahu di dalam pengalaman lebih dari 190 negara di dunia, mayoritas mereka berhenti di middle income country. Artinya ada fenomena yang disebut middle income trap. Kurang dari 20 negara yang berhasil menembus middle income trap. Ini adalah tantangan nyata,” ujar Sri Mulyani dalam Webinar 50 Tahun Nalar Ajar Terusan Budi: CSIS dan Transformasi Ekonomi Menuju Indonesia 2045, Rabu (4/8).
Menurut Sri Mulyani ada beberapa faktor yang menyebabkan suatu negara bisa lolos dari jebakan middle income country. Salah satu yang paling mendasar adalah soal sumber daya manusia (SDM). Sri Mulyani menyebut, kualitas SDM memiliki andil yang besar agar suatu negara bisa menjadi negara maju.
ADVERTISEMENT
Kualitas SDM ini juga berbanding lurus dengan pendidikan dan kesehatan. Artinya jika suatu negara ingin rakyatnya berkualitas, maka negara harus menjamin terselenggaranya pendidikan yang layak dan tersedianya layanan kesehatan yang mumpuni. Selain itu pemerintah juga harus menyediakan jaminan sosial agar masyarakat kurang mampu tetap mendapatkan haknya untuk mengakses pendidikan dan kesehatan.
Sri Mulyani pun menyatakan bahwa pemerintah Indonesia juga fokus pada upaya peningkatan kualitas SDM. Buktinya pemerintah secara disiplin selalu mengalokasikan 20 persen dana APBN untuk sektor pendidikan. Menurut Sri Mulyani dalam beberapa tahun terakhir, anggaran pendidikan telah mencapai Rp 500 triliun.
Sedangkan untuk sektor kesehatan, selama pandemi pemerintah telah mengalokasikan dana sebesar Rp 214,95 triliun. Bahkan angka tersebut diprediksi bakal tembus di atas Rp 300 triliun. Kemudian untuk jaminan sosial, anggarannya mencapai 186,64 triliun.
ADVERTISEMENT
Namun di sisi lain Sri Mulyani menyadari bahwa anggaran yang besar ini tidak serta merta menyelesaikan permasalahan SDM. Perlu komitmen dan gerak nyata untuk mewujudkan SDM yang berkualitas sehingga bisa membawa Indonesia menjadi negara maju.