Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.1

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Saat terpilih menjadi presiden di periode pertama, Jokowi tidak lupa dengan janji swasembada yang pernah disampaikannya. Di periode pertama, ia mengaku bakal mencopot Menteri Pertanian kalau dalam jangka waktu 3 tahun tidak swasembada.
Kini enam tahun berselang, Jokowi masih menjadi Presiden di periode kedua. Masalah kedelai ternyata kembali terbengkalai. Kondisi tersebut membuat timbulnya mogok massal pengrajin tempe di awal tahun 2021.
Sulitnya Indonesia Lepas dari Impor Kedelai
Tahun 2021 dibuka dengan melonjaknya harga kacang kedelai yang membuat sejumlah perajin tahu dan tempe mogok produksi sejak malam tahun baru atau 1-3 Januari 2021.
Harga bahan baku kedelai melejit hingga Rp 9.500 per kilogram (kg), dari normalnya hanya Rp 7.500 per kg.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor kedelai sejak Januari-November 2020 mencapai 2,31 juta ton atau senilai USD 931,83 juta atau sekitar Rp 12,98 triliun (kurs Rp 13.930 per dolar AS).
Impor tersebut hampir menyamai impor kedelai setahun penuh di 2019 yang sebesar 2,67 juta ton atau senilai USD 1,06 miliar.
Setidaknya dalam sepuluh tahun terakhir ini, impor kedelai selalu mencapai miliaran dolar. Pada 2010, total impor kedelai senilai USD 840,03 juta, kemudian merangkak naik hingga hampir 50 persen menjadi USD 1,24 miliar selama 2011.
Impor kedelai semakin menggila ketika pemerintah membebaskan bea masuk komoditas kedelai pada 2013. Ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 133 Tahun 2013, yang berlaku sejak 8 Oktober 2013.
ADVERTISEMENT
Selama 2013, impor kedelai sebesar 1,78 juta ton atau USD 1,1 miliar. Selanjutnya di 2014 meningkat menjadi 1,96 juta ton atau USD 1,17 miliar, dan 2015 kembali meningkat menjadi 2,25 juta ton atau USD 1,03 miliar.
Adapun impor kedelai tersebut paling banyak berasal dari Amerika Serikat, disusul oleh Kanada, Malaysia, Argentina, hingga Brasil dan China.
Berdasarkan outlook pangan yang dilakukan Kementerian Perdagangan (Kemendag) 2015-2019, produksi kedelai Indonesia terus menurun rata-rata 1,49 persen per tahun. Hal ini berbanding terbalik dengan konsumsi kedelai yang terus merangkak naik rata-rata 1,73 persen per tahun.
Akibat konsumsi dalam negeri yang terus meningkat tersebut, maka terjadi kenaikan impor. Kemendag memperkirakan saat itu terjadi kenaikan impor kedelai rata-rata 3,57 persen setiap tahunnya.
ADVERTISEMENT
Adapun areal dan produksi kedelai di Indonesia pada 10 provinsi sentra produksi juga menurun. Di Jawa Timur misalnya, sejak 2002-2007, terjadi penurunan areal kedelai sebesar 3,48 persen per tahun dan terjadi penurunan produksi 3,44 persen per tahun.
Kondisi yang sama dialami di Jawa Tengah. Sejak 2002-2007, terjadi penurunan areal lahan kedelai 1,14 persen per tahun. Namun produksinya naik 1,03 persen per tahun.
Di Jawa Barat, terjadi penurunan areal lahan kedelai 11,36 persen per tahun selama 2002-2007. Begitu juga dengan produksinya yang turun 10,16 persen per tahun.
Dalam kajian itu juga disebutkan, jika tidak ada terobosan kebijakan yang signifikan untuk memberi insentif pada petani kedelai, maka fenomena penurunan produksi selama dua dekade terakhir diproyeksikan masih akan berlangsung.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, cadangan akhir tahun (ending stock) kedelai nasional selain sangat kecil, yaitu kurang dari 2 persen terhadap total pasokan, volumenya pun terus menurun. Penurunannya rata-rata 4,25 persen per tahun.
"Hal ini mencerminkan bahwa cadangan yang sudah kecil terus berkurang, karena digunakan untuk mencukupi konsumsi dalam negeri. Kondisi ini juga mencerminkan makin rentannya Indonesia terhadap krisis kelangkaan kedelai, yang menyebabkan harga dalam negeri meningkat tajam, seperti yang terjadi selama ini," tulis laporan tersebut.
Mencari Solusi Meredam Gejolak Harga Kedelai
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy memberikan beberapa solusi bagi pemerintah untuk meredam gejolak harga kedelai. Menurutnya, mengenakan kembali bea masuk komoditas kedelai bukan lah cara yang tepat.
ADVERTISEMENT
Impor kedelai dikenakan bea masuk 0 persen alias bebas bea masuk pada 2013. Ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 133 Tahun 2013, yang berlaku sejak 8 Oktober 2013.
“Mengenakan bea masuk kedelai bukan sesuatu yang bijak saat ini, karena berpotensi menjadi sentimen penggerak harga untuk kembali lebih mahal,” ujar Yusuf kepada kumparan, Selasa (5/1).
Adapun sumber permasalahan kenaikan harga kedelai saat ini adalah melesatnya harga kedelai internasional. Utamanya karena tingginya permintaan dari China ke Amerika Serikat (AS), sebagai salah satu produsen kedelai terbesar di dunia.
Indonesia yang menggantungkan impor kedelai dari AS akhirnya harus terdampak dengan kondisi ini. Mengingat lebih dari 80 persen kebutuhan kedelai di Indonesia ditutup oleh impor dari AS.
ADVERTISEMENT
Menurut Yusuf, pemerintah perlu mengidentifikasi masalah di dalam negeri. Apabila kekurangan stok konsumsi di dalam negeri, pemerintah perlu melakukan diversifikasi negara pemasok di luar AS dengan menambah kapasitas impor dari negara-negara latin, seperti Argentina atau Brasil.
Namun jika stok di dalam negeri mencukupi, maka perlu dipastikan rantai pasok tidak kedelai tidak terhambat. Lebih jauh, pemerintah perlu mempersingkat rantai pasok dengan membeli langsung dari petani kedelai. Selain itu, insentif lainnya harus diperhatikan.
***
Saksikan video menarik di bawah ini.