Industri Kaca Minta Ada DMO 30-40 Persen untuk Ekspor Pasir Silika

30 Mei 2024 17:31 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Foto udara aktivitas penambangan pasir silika di Kecamatan Moramo, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Senin (19/2/2024). Foto: Jojon/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Foto udara aktivitas penambangan pasir silika di Kecamatan Moramo, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Senin (19/2/2024). Foto: Jojon/Antara Foto
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Asosiasi Produsen Gelas Kaca Indonesia (APGI) meminta pemerintah menerapkan kebijakan domestic market obligation (DMO) untuk komoditas pasir silika yang diekspor. Pasir silika adalah bahan baku utama pembuatan kaca.
ADVERTISEMENT
"Kita dari industri asosiasi gelas, kita ada ketakutan bahwa kebutuhan silika dalam negeri tidak mencukupi," kata Ketua APGI, Henry T Susanto di Grand Hyatt Jakarta, Kamis (30/5).
Meski demikian Henry tak mau industri silika dalam negeri gulung tikar, untuk itu pihaknya sudah melakukan diskusi dengan berbagai pihak yang terlibat. Pemerintah sendiri sudah lama punya wacana melarang ekspor silika, tapi belum juga diberlakukan.
"Untuk dalam negeri kalau pun nanti ada (tetap ekspor), kita sudah bicara kita akan minta DMO, kalian boleh ekspor, cuma 30-40 persen disediakan dalam negeri," kata Henry.
Bahan baku industri kaca 85 persen berada di Indonesia. Sebanyak 74 persen komponennya adalah pasir silika, dan 11-12 persen adalah batu kapur. Hanya satu bahan yang Indonesia tidak punya, yakni soda api yang porsinya 14-15 persen dari seluruh komponen yang dibutuhkan. Henry mencatat, setiap tahun Indonesia mengimpor 1 juta ton soda api.
ADVERTISEMENT
"Kita bayangkan kalau misalnya 1 juta ton, itu USD 200 per ton, kali 1 juta, sudah USD 200 juta buat raw material," kata Henry.
Sebenarnya, lanjutnya, Indonesia dari dulu sudah punya wacana untuk bisa produksi soda api dalam negeri. Namun Henry melihat hingga kini belum ada realisasi.
"Dari dulu pemerintah mau bikin tapi enggak jadi-jadi. Karena investasinya besar dan teknologinya rumit," jelasnya.