Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Industri Keramik Sebut HGBT Turunkan Biaya Komponen Energi hingga 26 Persen
6 Januari 2025 10:20 WIB
ยท
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
"Kehadiran HGBT telah memberikan multiplier effect yang besar seperti investasi baru dan penyerapan jumlah tenaga kerja di samping kontribusi pembayaran pajak kepada negara," kata Ketua Umum Asaki, Edy Suyanto, seperti dilansir Antara, Senin (6/1).
Ia mengatakan angka tersebut didapat berdasarkan awal implementasi penuh HGBT di wilayah Jawa bagian barat. Sementara itu, untuk di Jawa bagian timur, sejak diberlakukannya beleid ini di tahun 2020 telah dikenakan pembatasan pemakaian atau kuota 70-75 persen dari volume kontrak gas.
Ia berharap agar pemerintah segera memperpanjang kebijakan HGBT untuk industri keramik nasional pada Januari 2025, mengingat subsidi tersebut sangat vital bagi sektor ini, karena tergolong membutuhkan banyak energi untuk produksi.
Dalam program HGBT menyasar tujuh subsektor industri yakni pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, gelas kaca dan sarung tangan karet, dengan biaya yang ditetapkan yakni sebesar USD 6,5 per million British thermal unit (MMBTU).
ADVERTISEMENT
Selain itu, Edy menyampaikan industri keramik kembali dikejutkan oleh aturan baru dari PT Perusahaan Gas Nasional (PGN) mengenai Harga Gas Regasifikasi. Berdasarkan surat resmi yang diterima Asaki, harga gas regasifikasi yang ditetapkan oleh PGN seharga USD 16,77 per MMBTU dan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari hingga 31 Maret 2025. Menurutnya, kebijakan harga gas regasifikasi yang terbilang tinggi sangat merugikan industri keramik nasional.
"Dengan kebijakan tersebut artinya ini merupakan harga gas termahal di kawasan Asia Tenggara," kata dia.
Selanjutnya, Ketua Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) Yustinus Gunawan mengatakan kebijakan harga gas yang sangat tinggi berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi nasional di tahun 2025.
Oleh karena itu, terkait suplai gas, Yustinus mengatakan kondisi ini seharusnya dikendalikan oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM dan berdasarkan rekomendasi Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
ADVERTISEMENT
"Alokasi tersebut pasti sudah melalui perhitungan matang dengan beragam kemungkinan. Kalaupun ada kejadian luar biasa, revisi alokasi seharusnya ditetapkan dan diinformasikan oleh Menteri ESDM secara transparan secara detail, KKKS yang bandel dikenakan sangsi. Pemerintah harus menegakkan kedaulatan atas kekayaan alam yang diamanahkan oleh rakyat memilihnya," jelasnya.