Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Inflasi 2024 Terendah Sepanjang Sejarah Disebut Terjadi karena Daya Beli Turun
4 Januari 2025 14:42 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Rendahnya angka inflasi dinilai terjadi karena daya beli masyarakat menurun.
ADVERTISEMENT
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi sepanjang 2024 sebesar 1,57 persen. Angka ini merupakan yang terendah dalam sejarah perhitungan inflasi di Indonesia.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, melihat kondisi ini tidak berkaitan dengan keberhasilan pemerintah mengendalikan komponen pendukung inflasi.
“Bukan hasil pengendalian harga oleh pemerintah, tapi daya beli masyarakat yang melemah,” kata Nailul kepada kumparan, Sabtu (4/1).
“Inflasi yang berada di angka 1,57 persen ini akibat kebijakan kenaikan harga BBM dan tarif PPN di tahun 2022. Ketika itu, inflasi cukup tinggi di atas 5 persen,” terangnya.
Hal ini menyebabkan terjadinya deflasi berturut-turut karena daya beli melemah. Sebab rata-rata kenaikan pendapatan hanya sebesar 1,5 persen, sehingga menyebabkan terganggunya daya beli masyarakat.
ADVERTISEMENT
Dia juga menyoroti permintaan domestik pada Desember 2024 tidak menggeliat seperti tahun-tahun sebelumnya. Padahal biasanya Desember disebut sebagai peak season bagi sektor usaha.
Salah satu penyebab permintaan domestik yang tidak tumbuh seperti biasanya adalah isu kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen.
“Isu tarif PPN 12 persen menjadi faktor inflasi, dari harga-harga barang yang meningkat karena expected inflation yang membuat masyarakat menahan permintaan,” imbuhnya.
Nailul menjelaskan, ada dua penyebab inflasi. Pertama dari sisi cost atau biaya (cost push inflation). Hal ini terjadi ketika ada biaya meningkat maka akan terjadi kenaikan harga barang-barang yang berimbas buruk pada daya beli dalam bulan-bulan berikutnya.
Kedua dari sisi permintaan atau demand (demand pull inflation). Inflasi ini terjadi ketika permintaan meningkat yang disebabkan oleh kenaikan pendapatan.
ADVERTISEMENT
“Contohnya inflasi ketika lebaran yang disebabkan adanya THR. Inflasi dari demand kita maknai sebagai daya beli masyarakat yang terdorong oleh perekonomian. Gaji naik, pendapatan naik, ekonomi berputar lebih cepat, ini bisa menaikkan demand pull inflation,” terangnya.
Senada dengan Nailul, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal, juga melihat rendahnya tingkat inflasi pada 2024 itu disebabkan karena permintaan domestik yang melemah.
“Inflasi yang rendah ini walaupun ada pengaruh juga dari supply tapi lebih banyak menurut saya dipengaruhi karena pelemahan dari sisi permintaan domestik di 2024 ini,” kata Faisal kepada kumparan, Sabtu (4/1).
Pemerintah perlu memperkuat permintaan domestik untuk memperkuat daya beli pada tahun 2025. Langkah tersebut bisa menggerakkan sektor produksi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Sehingga menurut dia, tidak selamanya inflasi dalam posisi yang rendah itu adalah kabar baik bagi sebuah negara. “Tidak sepenuhnya inflasi yang rendah ini baik, dalam konteks ini justru banyak catatan yang kurang baik,” tuturnya.
Terlebih inflasi tahunan 2024 lebih rendah dibandingkan dengan inflasi tahunan pada masa pandemi COVID-19. “Secara tahunan, tidak lebih tinggi dibandingkan pada masa pandemi di 2020 dan 2021 pada saat itu inflasi setahunan 1,67 (persen) dan 2021 itu 1,87 (persen),” terangnya.