Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Ini Barang-barang yang Tak Terkena Dampak PPN 12 Persen di 2025
15 Desember 2024 8:43 WIB
·
waktu baca 2 menit
ADVERTISEMENT
Pemerintah telah menetapkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen yang akan berlaku mulai 2025. Kenaikan tarif PPN ini menjadi bagian dari kebijakan fiskal dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) untuk meningkatkan penerimaan negara.
ADVERTISEMENT
Namun, terdapat sejumlah barang dan jasa yang tidak akan terdampak kenaikan tarif ini. Kementerian Keuangan menegaskan barang-barang kebutuhan pokok tertentu, jasa penting, serta barang strategis akan tetap dibebaskan dari PPN 12 persen.
“Jadi hal yang sama pada saat PPN itu di 12 persen, barang-barang kebutuhan pokok tersebut tetap akan 0 persen PPN-nya, beras, daging, ikan, telur, sayur, susu segar, gula konsumsi, pendidikan, kesehatan, jasa angkutan umum, jasa tenaga kerja, jasa keuangan, jasa asuransi, buku, vaksin polio, rumah sederhana, sangat sederhana, rusunami, listrik, air itu semua PPN-nya adalah nol persen,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani.
PPN 0 Persen untuk Kebutuhan Pokok Bisa Kurangi Beban Masyarakat
Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (INDEF), Esther Sri Astuti, mengatakan PPN 0 persen untuk barang dan jasa kebutuhan pokok bisa mengurangi beban masyarakat, namun hal yang lebih penting adalah menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok.
ADVERTISEMENT
“PPN 0 persen bisa mengurangi beban masyarakat tetapi yang lebih penting menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok agar tidak volatile,” ungkap Eshter kepada kumparan, Sabtu (14/12).
Hal yang sama diungkapkan ekonom dari Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Nailul Huda. Ia menyebut keberlanjutan kebijakan mengenai PPN 0 persen untuk barang dan jasa kebutuhan pokok dapat membantu menjaga daya beli.
“Bagi masyarakat menengah dan bawah, tentu ini efektif untuk menjaga daya beli. Tapi memang daya beli masyarakat yang cukup terdampak adalah masyarakat kelas menengah di mana konsumsi barangnya sekunder dan tersier cukup tinggi," ujar Nailul.
"Ketika dikenakan pajak 11 persen di tahun 2022, daya beli mereka langsung turun. Jumlah kelas menengah menyusut,” tambahnya.
ADVERTISEMENT