Ini Penjelasan Keuntungan Windfall, yang Duitnya Habis untuk Subsidi Energi

27 Agustus 2022 11:31 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat konferensi pers FMCBG G20 di Nusa Dua, Bali, Sabtu (16/7/2022). Foto: EPA/G20
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat konferensi pers FMCBG G20 di Nusa Dua, Bali, Sabtu (16/7/2022). Foto: EPA/G20
ADVERTISEMENT
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa keuntungan windfall penerimaan negara dari harga-harga komoditas, tidak akan cukup menutup potensi bengkaknya subsidi dan kompensasi energi senilai Rp 502,4 trilliun.
ADVERTISEMENT
Ia menjelaskan bahwa negara mendapatkan windfall profit berkat melonjaknya harga-harga komoditas unggulan sekitar Rp 420 triliun. Namun, profit tersebut sudah habis untuk menutupi kebutuhan subsidi energi nasional.
"Dengan penerimaan negara yang bertambah Rp 420 triliun pun pakai semua untuk subsidi energi Pertalite, Solar, LPG 3 kg, dan listrik itu tidak akan mencukupi seluruh windfall profit dipakai semua, jadi tidak cukup karena akan habis," ujar Menkeu saat konferensi pers di kantornya, Jumat (26/8)
Lalu apa windfall profit yang disebut oleh Menkeu tersebut?
Windfall profit adalah keuntungan yang didapatkan dari lonjakan harga komoditas yang tidak terduga. Lonjakan harga komoditas ini salah satu cara negara menerima tambahan kas.
Umumnya, windfall profit ditemukan di sektor industri. Salah satu komoditas andalan yang menjadi sumber kas di Indonesia selama dua tahun terakhir adalah batu bara.
ADVERTISEMENT
Menteri BUMN Erick Thohir sidak ke SPBU Pertamina di Tangerang, Sabtu (20/8/2022). Foto: Kementerian BUMN
Sri Mulyani memaparkan, dalam dua tahun terakhir Indonesia telah menerima profit berkat melambungnya harga komoditas-komoditas. Namun seluruh keuntungan ini telah dipakai untuk menutup subsidi dan kompensasi energi mulai dari BBM, listrik, dan LPG.
Ia juga menuturkan surplus yang terjadi di APBN di tahun ini pun tidak akan berlangsung lama, karena akan ada adjustment atau penyesuaian usai diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di September 2022.
"Nanti APBN akan mulai adjusted dari surplus-surplus yang kelihatannya kita punya tadi, akan langsung habis saja untuk membayar [subsidi] itu," ujarnya.
Menkeu juga mengingatkan APBN 2023 berpotensi jebol jika tidak ada penyesuaian harga BBM, karena beban subsidi dan kompensasi terus membengkak sejak tahun ini.
"Kalau tadi Rp 195,6 triliun tidak kita sediakan di tahun ini maka dia akan ditagih di APBN 2023. Jadi tidak berarti tidak ada, tagihannya dapatnya tahun depan pas kita sedang menjaga APBN kita defisit kurang dari 3 persen," tegasnya.
ADVERTISEMENT
Reporter: Nabil Jahja