Ini Perusahaan Swasta yang Bikin Bos Bank Dunia Resign
ADVERTISEMENT
Presiden Grup Bank Dunia atau World Bank Group, Jim Yong Kim, mengundurkan diri dari jabatannya dan memilih bergabung dengan perusahaan swasta. Keputusan Kim untuk resign cukup mengejutkan, mengingat posisinya baru akan berakhir tiga tahun lagi yakni pada 2022.
ADVERTISEMENT
Kim yang kelahiran Seoul, Korea Selatan, selanjutnya akan bergabung dengan Global Infrastructure Partners (GIP), sebuah perusahaan investasi swasta yang fokus dalam proyek-proyek infrastruktur di negara berkembang. Kim akan efektif bekerja di kantor pusat GIP di New York, pada 1 Februari 2019.
Dikutip dari Reuters, posisi Kim di perusahaan yang memiliki dana kelolaan sebesar USD 48 miliar itu adalah sebagai partner dan vice chairman.
Dengan posisinya itu, Kim akan masuk dalam jajaran puncak manajemen perusahaan, yang selama ini menyalurkan pinjaman untuk pembangunan proyek kelistrikan, pengairan, transportasi, dan energi. Sebagai mantan Presiden Bank Dunia, Kim dilarang berurusan dengan unit-unit di bawah kantor lamanya itu, setidaknya selama setahun.
Proses penjajakan Kim untuk pindah ke GIP, diperkirakan sudah berlangsung sejak akhir tahun lalu. Waktunya bersamaan dengan penyelenggaraan KTT G-20 di Buenos Aires, Argentina.
Pengunduran diri mantan bos Sri Mulyani Indrawati saat menjabat Direktur Pelaksana Bank Dunia ini, juga dipicu perbedaan sikapnya dengan Presiden AS, Donald Trump. Khususnya mengenai kebijakan atas perubahan iklim dan kebutuhan akan sumber daya pembangunan yang lebih banyak.
ADVERTISEMENT
Untuk mengisi kekosongan jabatan yang ditinggalkan Kim, Dewan Bank Dunia akan bertemu akhir pekan ini.
Selama ini tradisinya, orang nomor satu World Bank ditentukan oleh Amerika Serikat. Ini berbeda dengan Dana Moneter Internasional (IMF) yang ditentukan negara-negara Eropa. Tapi saat pencalonan pada 2012 silam, Presiden Barack Obama saat itu diminta mengangkat sosok dari negara berkembang.
Amerika Serikat memegang hak veto yang efektif di Dewan Bank Dunia, dengan sekitar 16 persen dari total suara. Posisi berikutnya diikuti oleh Jepang dan China masing-masing dengan sekitar 6,9 persen dan 4,5 persen suara.