Ini Saran IMF untuk Negara-negara yang Menghadapi Perang Tarif Trump

21 April 2025 16:11 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden AS Donald Trump menunjukkan hasil tanda tangan perintah eksekutif di Gedung Putih, Washington DC, Amerika Serikat, Kamis (20/3/2025). Foto: Mandel Ngan/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Presiden AS Donald Trump menunjukkan hasil tanda tangan perintah eksekutif di Gedung Putih, Washington DC, Amerika Serikat, Kamis (20/3/2025). Foto: Mandel Ngan/AFP
ADVERTISEMENT
International Monetary Funding (IMF) membeberkan hal-hal yang harus dilakukan oleh suatu negara untuk menghadapi perang tarif Amerika Serikat (AS).
ADVERTISEMENT
Managing Director IMF, Kristalina Georgieva, menuturkan langkah pertama adalah dengan menggenjot pembenahan secara internal. Menurutnya, dengan kondisi dunia yang penuh ketidakpastian dan guncangan yang sering terjadi, tidak ada ruang untuk menunda reformasi.
Tujuan reformasi ini adalah untuk meningkatkan stabilitas ekonomi dan keuangan serta meningkatkan potensi pertumbuhan.
“Perekonomian menghadapi tantangan baru dari posisi awal yang lebih lemah, dengan beban utang publik yang jauh lebih tinggi daripada beberapa tahun lalu,” tutur Kristalina dikutip dari laman resmi IMF, Senin (21/4).
Sebagian besar negara harus mengambil tindakan fiskal yang tegas untuk membangun kembali ruang kebijakan. Upaya ini dilakukan seraya menetapkan jalur penyesuaian bertahap yang menghormati kerangka fiskal.
Meskipun beberapa negara bisa saja mengalami guncangan yang memerlukan dukungan fiskal baru. Hanya saja Kristalina menekankan jika memang dukungan fiskal harus diberikan, maka harus ditargetkan dan bersifat sementara.
ADVERTISEMENT
“Untuk melindungi stabilitas harga, kebijakan moneter harus tetap lincah dan kredibel , didukung oleh komitmen kuat terhadap independensi bank sentral. Para bankir sentral harus terus mencermati data, termasuk ekspektasi inflasi yang lebih tinggi dalam beberapa kasus,” tegasnya.
Kemudian di sektor keuangan, regulasi dan pengawasan yang kuat tetap penting untuk menjaga keamanan bank, dan meningkatnya risiko keuangan dari nonbank harus dipantau dan diatasi.
Dia juga memberikan perhatian pada negara-negara berkembang, menurut dia untuk menghadapi permasalahan ini, negara-negara ekonomi berkembang harus mempertahankan fleksibilitas nilai tukar sebagai peredam guncangan.
Pembatasan anggaran yang lebih ketat akan menyebabkan pilihan yang sulit di mana-mana, baik untuk meningkatkan kapasitas reformasi maupun untuk mengamankan bantuan keuangan yang penting.
ADVERTISEMENT
“Negara-negara dengan utang publik yang tidak berkelanjutan harus bergerak secara proaktif untuk memulihkan keberlanjutan, termasuk dalam beberapa kasus dengan mengambil keputusan sulit untuk mencari restrukturisasi utang,” jelas Kristalina.
Dia kemudian membocorkan buku soal pedoman bagi otoritas negara yang mempertimbangkan restrukturisasi utang untuk membantu pengambilan keputusan. Buku itu akn segera dirilis oleh Global Sovereign Debt Roundtable.
Selain itu, Kristalina juga menyoroti soal pengurangan kompromi kebijakan dengan meningkatkan potensi pertumbuhan.
Menurut dia, negara-negara dengan perekonomian yang tertinggal dari AS bisa mengejar ketertinggalan dengan reformasi ambisius dalam perbankan, pasar modal, kebijakan persaingan, hak kekayaan intelektual, dan kesiapan AI, yang semuanya dapat berkontribusi pada pertumbuhan yang lebih tinggi.
“Dalam banyak kasus, negara dapat dan harus melakukan lebih banyak hal untuk mengurangi hambatan bagi perusahaan swasta dan inovasi, dengan kata lain, menghilangkan kerugian yang ditimbulkan sendiri,” terang Kristalina.
ADVERTISEMENT