Ini Sederet Keuntungan RI dari Ekspor Listrik ke Singapura Mulai 2026

10 September 2023 19:19 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wisatawan berkunjung ke Singapura. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Wisatawan berkunjung ke Singapura. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Indonesia akan mengekspor listrik ke Singapura mulai tahun 2026-2027. Kerja sama perdagangan listrik rendah emisi karbon yang diteken antara pemerintah Indonesia dan Singapura yakni sebesar 2 gigawatt (GW).
ADVERTISEMENT
Ada 5 perusahaan Indonesia yang telah mengajukan proposal penyediaan listrik rendah karbon ke Singapura, yakni Konsorsium Pacific Medco Solar Energy Medco Power with Consortium partners, PacificLight Power Pte Ltd (PLP) and Gallant Venture Ltd, a Salim Group company, Adaro Green, dan TBS Energi Utama.
Secara kolektif perusahaan-perusahaan tersebut akan memasang sekitar 11 GW dengan kapasitas fotovoltaik surya (solar PV) dan 21 GW penyimpanan energi baterai di Indonesia. Sementara PT PLN (Persero) akan mengembangkan transmisi listriknya.
Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, mengatakan kerja sama tersebut akan saling menguntungkan kedua negara. Bagi Singapura, hal ini penting karena kebutuhan mereka mendapatkan pasokan listrik hijau sebesar 4 GW pada tahun 2035.
Selain pasokan didapatkan dari Indonesia sebesar 2 GW AC atau setara 11-12 GW DC, Singapura akan mendapatkan 1 GW listrik dari Kamboja dan masih ada 1 GW lagi kebutuhan yang belum terpenuhi.
ADVERTISEMENT
Sementara keuntungan yang didapatkan Indonesia, adalah adanya investasi baru karena pengembangan industri terintegrasi dari produksi modal surya hingga baterai penyimpanan di dalam negeri.
"Bagi Indonesia keuntungannya adalah mendapatkan investasi untuk produksi modul surya dan baterai, itu setara 11 GW," ujarnya saat dihubungi kumparan, Minggu (10/9).
Selain mendapatkan investasi, kata Fabby, keuntungan lain adalah Indonesia bisa memiliki industri modul surya yang berkualitas unggul atau tier 1 dan bisa meningkatkan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) untuk kebutuhan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
"Produsen modul surya dalam negeri hari ini belum bisa memenuhi TKDN yang ditetapkan pemerintah, lalu produknya juga tidak bankable, sementara yang masuk kemarin tanda tangan standar modulnya itu tier 1," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Fabby menilai, dengan industri yang dibangun terintegrasi di Indonesia, maka persoalan TKDN yang terlalu tinggi namun tidak didukung dengan kesiapan kemampuan industri dalam negeri tidak menjadi kendala lagi.
"Tidak hanya itu, dengan modul surya tier 1 proyeknya bisa lebih mudah menjadi bankable dan mendapatkan dana internasional. Saya kira itu untung yang besar buat Indonesia karena selama ini kita terkendala," kata Fabby.
com-Ilustrasi Singapura Foto: Shutterstock
Selain itu, keuntungan juga didapatkan PT PLN (Persero) yang ditunjuk untuk mengembangkan transmisi listrik dari PLTS dalam negeri menuju Singapura. Hal ini merupakan bisnis yang baik bagi perseroan.
"Saya kira ini keuntungan buat PLN, dia mendapatkan bisnis baru bisa mengelola transmisi yang mengekspor setara 2 GW dan bisa bertambah lagi di kemudian hari," pungkas Fabby.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi, Rachmat Kaimuddin, mengatakan keran ekspor listrik 2 GW ke Singapura akan dimulai tahun 2026-2027. Menurutnya ini merupakan investasi dengan nilai besar yang diberikan kepada developer dan pabrikan.
"Untuk tahunnya, itu bisa jadi pada saat mulai mungkin pada saat 2026-2027 ya mulainya. Jadi ini mungkin kabar baiknya juga karena ini akan ada investasi yang jumlahnya besar ke developer dan tentunya juga pabrikan," kata Rachmat saat ditemui usai acara Indonesia Sustainability Forum, Jumat (8/9).
Rachmat menjelaskan, syarat utama Singapura mengimpor listrik ke Indonesia adalah developer panel surya dan baterai dari Singapura harus membuat pabrik di Indonesia. Dalam perjanjian antara Indonesia dan Singapura, telah ditentukan seluruh alat yang digunakan untuk menghasilkan listrik rendah karbon harus memiliki TKDN yang tinggi.
ADVERTISEMENT
"Developer itu akan membuat solar farm dan baterai storage di Indonesia dan jaringan tetapi persyaratan yang kita buat G to G antara Singapura dan indonesia adalah solar panel harus memenuhi TKDN requirement, jadi misal TKDN-nya 60 persen tentunya terus dilaksanakan pabriknya di Indonesia," ujar Rachmat.