Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0

ADVERTISEMENT
Perkembangan teknologi di sektor keuangan saat ini tak bisa lagi dihindari. Bahkan asuransi berbasis teknologi (insurtech) juga semakin lumrah di Tanah Air.
ADVERTISEMENT
Perusahaan asuransi juga sudah banyak yang menawarkan produknya melalui teknologi, bahkan bekerja sama dengan perusahaan fintech untuk memasarkan produknya.
Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) II Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mochamad Ichsanudin mengatakan, banyaknya kemudahan yang ditawarkan itu membuat jalur distribusi melalui platform digital dirasa sangat tepat untuk mendorong penetrasi asuransi.
Keuntungan lainnya, insurtech dapat meminimalkan biaya asuransi menjadi lebih efeisien. Selain itu, pemasaran asuransi secara digital juga lebih efektif dalam proses bisnis.
“Namun literasi asuransi pertumbuhannya masih lambat, serta densitas dan penetrasi juga masih rendah. Untuk IKNB, yang tumbuh cukup pesat adalah pegadaian dan fintech,” kata Ichsan dalam dalam webinar bertajuk Peluang dan Tantangan Asuransi di Era Digital, Kamis (30/7).
Ichsan juga mengakui, sulit memasarkan produk asuransi di tengah kondisi ekonomi yang saat ini mengalami tekanan saat ini. Hal ini juga yang menjadi penyebab menurunnya premi asuransi.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data OJK hingga Mei 2020, pendapatan premi bruto asuransi sosial Rp 64,01 triliun, turun atau minus 12,54 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu (yoy). Investasi asuransi juga minus 8,12 persen (yoy), menjadi Rp 426,24 truliun dan aset minus 5,52 persen (yoy) menjadi Rp 531,14 triliun.
Namun demikian, jumlah asset asuransi hingga sampai Mei 2020 mencapai Rp 1.313 triliun, tumbuh 1,43 persen (yoy). Pangsanya mencapai 53,02 persen dari total aset IKNB yang mencapai Rp 2.476 triliun.
“Selama ekonomi belum membaik, atau income masyarakat belum pulih dan industri asuransi belum sehat, tidak mudah memasarkan asuransi. Apalagi dengan model bukan face to face,” katanya.
Sementara itu, Chairman Infobank Institute, Eko B Supriyanto menuturkan, insurtech saat ini baru sebatas potensi. Meskipun potensinya dinilai cukup besar, sejalan dengan perkembangan teknologi di Indonesia.
ADVERTISEMENT
“Asuransi akan baik kalau ekonominya baik, namun ekonomi sendiri saat ini masih terkontraksi” tuturnya.
Meski demikian, menurut Eko asuransi saat ini masih dibayangi risiko reputasi akibat gagal bayar yang terjadi di beberapa perusahaan asuransi, seperti Jiwasraya hingga Bumiputera. Untuk itu, dia berharap agar OJK dapat mengatur lebih prudent insurtech, dengan pendekatan risiko.
“Saya berharap OJK sudah mulai membuat beberapa aturan, bukan mengetatkan, tetapi memang asuransi harus diatur lebih ketat dan lebih jelas. Karena asuransi juga menjaring dana masyarakat,” imbuhnya.
Dari sisi pelaku industri, Bianto Surodjo, Director & Chief of Partnership Distribution Officer PT Asuransi Allianz Life Indonesia, menjelaskan bahwa bisnis digital diakui membantu asuransi untuk menjangkau masyarakat secara lebih luas. Menurutnya, pesatnya perkembangan pada sistem pembayaran akan diikuti oleh industri asuransi.
ADVERTISEMENT
“Mungkin Perjalanan asuransi akan mengikuti jejak payment ini, hanya start poinnya saja yang berbeda. Jika mau berkembang lebih cepat, maka asuransi harus memasukkan ekosistem digital,” kata Bianto.
Menurut dia, saat ini penerapan teknologi sudah dilakukan di asuransi umum. Salah satunya dengan menerapka asurasi perjalanan pada platform digital di sektor perjalanan maupun e-commerce.
“Kami di Allianz juga sudah memulai menerapkan ini dengan bekerjasama dengan Bukalapak misalnya, untuk menawarkan asuransi kesehatan dan jiwa” tambahnya.