Instrumen Moneter BI Laris Manis, SRBI Terjual Rp 918 Triliun

18 September 2024 20:57 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gubenur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampikan laporan hasil rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) I Tahun 2024 di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (30/1/2024).  Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
zoom-in-whitePerbesar
Gubenur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampikan laporan hasil rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) I Tahun 2024 di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (30/1/2024). Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, tengah mengoptimalisasi instrumen moneter pro-market, yaitu SRBI, SVBI, dan SUVBI. Hal ini dilakukan dalam rangka penguatan stabilitas nilai tukar rupiah dan pencapaian sasaran inflasi.
ADVERTISEMENT
“Kebijakan ini juga dimaksudkan untuk mempercepat upaya pendalaman pasar uang dan pasar valas serta mendorong aliran masuk modal asing ke dalam negeri,” kata Perry dalam konferensi pers di Kantor Pusat BI, Rabu (19/8).
Hingga 17 September 2024, posisi instrumen SRBI, SVBI, dan SUVBI masing-masing tercatat sebesar Rp 918,42 triliun, 2,95 miliar dolar AS, dan 280 juta dolar AS.
“Penerbitan SRBI telah mendukung upaya peningkatan aliran masuk portofolio asing ke dalam negeri dan penguatan nilai tukar rupiah,” ungkap Perry.
Perry menyebut, kepemilikan nonresiden dalam SRBI mencapai Rp 246,08 triliun atau 26,79 persen dari total outstanding.
Di samping itu, implementasi Primary Dealer (PD) sejak Mei 2024 juga semakin meningkatkan transaksi SRBI di pasar sekunder dan repurchase agreement (repo) antarpelaku pasar. Sehingga memperkuat efektivitas instrumen moneter dalam stabilisasi nilai tukar rupiah dan pengendalian inflasi.
ADVERTISEMENT
“Ke depan, Bank Indonesia terus mengoptimalkan berbagai inovasi instrumen pro-market, baik dari sisi volume maupun sisi daya tarik imbal hasil, dan didukung kondisi fundamental ekonomi domestik yang kuat, untuk mendorong berlanjutnya aliran masuk portofolio asing ke pasar keuangan domestik,” pungkasnya.