Investasi Geothermal Dianggap Masih Lebih Mahal Dibanding Batu Bara

16 Januari 2025 16:09 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Acara Semangat Awal Tahun 2025 oleh IDN Times di Menara Global, Jakarta Selatan pada Kamis (16/1/2025). Foto: Argya D. Maheswara/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Acara Semangat Awal Tahun 2025 oleh IDN Times di Menara Global, Jakarta Selatan pada Kamis (16/1/2025). Foto: Argya D. Maheswara/kumparan
ADVERTISEMENT
Investasi untuk Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) atau geothermal dianggap masih lebih mahal dibanding pembangkit listrik konvensional tenaga batu bara.
ADVERTISEMENT
Direktur Keuangan Pertamina New and Renewable Energy (NRE), Nelwin Aldriansyah, mengatakan hal itu terjadi karena pembangkit geothermal membutuhkan teknologi baru.
“Sehingga kalau dihitung-hitung biaya pembangkitan per megawatt dari geothermal itu sekitar 6 juta US Dolar kurang lebih 3 kali lipat dari pada investasi yang harus dilakukan di batu bara,” ujar Nelwin dalam acara Semangat Awal Tahun 2025 oleh IDN Times di Menara Global, Jakarta Selatan pada Kamis (16/1).
Selain itu, kata Nelwin, pembangunan pembangkit geothermal juga membutuhkan eksplorasi sumber panas yang peluang suksesnya tidak penuh 100 persen.
“Untuk geothermal ini karena harus melakukan eksplorasi dulu, drilling dulu, kita cari sumber panas buminya, itu pun suksesnya 50 (persen) sehingga biaya eksplorasi itu harus ditambahkan kalau batubara,” kata Nelwin.
Proses produksi Green Hydrogen yang dihasilkan dari air kondensasi kegiatan produksi listrik yang dilakukan di PLTP Kamojang, Bandung, Jawa Barat. Foto: Argya Maheswara/kumparan
Nelwin juga menyinggung pentingnya inovasi oleh para peneliti agar pembangkit geothermal tidak lagi mahal. Ia menyebut sudah ada teknologi yang membuat penggunaan pembangkit energi geothermal lebih murah.
ADVERTISEMENT
“Kalau dulu mungkin energi yang bisa dibangkitkan itu kalau potensi air panasnya dari panas bumi itu di atas 200 derajat celcius, tapi sekarang sudah ada teknologinya dari Eropa, dari China yang 150 derajat celcius pun bisa kita bangkitkan energinya dengan biaya investasi per megawatt yang lebih murah,” ungkap Nelwin.
Lebih lanjut, Nelwin menuturkan salah satu langkah menuju Net Zero Emission yang tarifnya lebih kompetitif adalah penggunaan mobil listrik. Ia melihat hal ini bisa dilihat dari harga listrik per Kilowatt hour yang lebih murah dibanding bensin per liter.
“Kalau kita bandingkan antara harga Pertamax misalnya dengan biaya listrik per Kwh ini yang membuat kemudian sudah semakin banyak orang beralih dari tadinya kendaraan bensin kendaraan listrik,” tutur Nelwin.
ADVERTISEMENT