IOJI: Langkah MK Tolak Judicial Review Bisa Lindungi Pulau-pulau Kecil

28 Maret 2024 13:01 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Untuk menjangkau masyarakat Indonesia di pulau-pulau kecil, kapal menjadi salah satu moda transportasi. Foto: Dok. Pertamina
zoom-in-whitePerbesar
Untuk menjangkau masyarakat Indonesia di pulau-pulau kecil, kapal menjadi salah satu moda transportasi. Foto: Dok. Pertamina
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) mengapresiasi Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak Uji Materiil (Judicial Review) Undang-undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (UU PWP3K) No. 27 tahun 2007 jo No. 1 Tahun 2014, yang terdaftar dalam perkara Nomor 35/PUU-XXI/2023.
ADVERTISEMENT
Dalam putusan yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi pada 21 Maret, MK menolak permohonan perusahaan tambang PT Gema Kreasi Perdana bahwa suatu perusahaan pertambangan, untuk menyatakan kegiatan tambang dapat dilakukan di pulau-pulau kecil.
Atas pertimbangan hukum, Mahkamah menolak petitum pemohon antara lain meminta agar Mahkamah menyatakan kegiatan pertambangan sebagai salah satu kegiatan yang tidak dilarang dalam pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya.
Mahkamah menegaskan UU PWP3K dibentuk untuk melindungi keberlanjutan dan kelestarian kawasan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dalam NKRI. Dalam sejarah putusan MK, Putusan Nomor 35/PUU-XXI/2023 ini merupakan landmark decision untuk perlindungan pulau-pulau kecil.
MK menilai Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf k UU PWP3K yang diuji dinyatakan tidak bertentangan dengan kepastian hukum yang adil dan perlakuan yang diskriminatif yang diatur dalam Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.
ADVERTISEMENT
“Setelah Mahkamah mencermati secara saksama Pasal 35 huruf k UU 27/2007, pasal a quo tidak mengandung unsur adanya tindakan diskriminasi,” ujar Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dalam pernyataan resmi, Kamis (28/3).
Terhadap Pasal 23 ayat (2), Mahkamah menyatakan “dalam kaitan dengan hal di atas, norma Pasal 23 ayat (2) UU 1/2014 yang mengatur mengenai kata “diprioritaskan”, tidak melanggar hak konstitusional Pemohon sebagai warga negara untuk menjunjung hukum dan pemerintahan serta mendapatkan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Mahkamah menjelaskan justru pasal-pasal tersebut bertujuan memberikan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum, dengan memberikan keseimbangan, melindungi, mengonservasi, merehabilitasi, memanfaatkan, dan memperkaya sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil serta sistem ekologisnya secara berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Hakim Konstitusi mempertimbangkan kesaksian ahli Indonesia Ocean Justice Initiative, Mas Achmad Santosa dalam melakukan penafsiran-penafsiran. Pertama, MK menafsirkan pasal 33 (4) Undang Undang Dasar 1945 sebagai dasar konstitusional penerapan paradigma pembangunan berkelanjutan yang beraliran kuat (strong sustainability).
Putusan ini juga menghubungkan penerapan critical natural capital (CNC) sebagai manifestasi dan ciri dari strong sustainability dengan prinsip keadilan antar-generasi (inter-generational equity) dan keadilan intra-generasi (intra-generational equity).
IOJI berpandangan, implikasi dari penafsiran tersebut adalah pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai pembentuk UU perlu menetapkan ekosistem ekosistem tertentu (berdasarkan kriteria ilmiah) yang bersifat kritikal sebagai CNC yang tidak dapat disubstitusikan dan digantikan oleh kekayaan buatan manusia (man made wealth).
Kedua, MK menyatakan bahwa wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki fungsi yang sangat penting tetapi di saat yang bersamaan juga rentan terhadap perusakan dan perubahan iklim.
ADVERTISEMENT
Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memenuhi persyaratan ‘criticality’ untuk ditetapkan sebagai CNC sehingga tidak dapat disubstitusikan dan dialihkan menjadi (kekayaan buatan manusia), terutama kegiatan pertambangan yang diistilahkan sebagai kegiatan yang bersifat abnormally dangerous activity.
Mahkamah menjelaskan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan ekosistem yang rentan, sehingga dalam pemanfaatannya harus berdasarkan prinsip kehati-hatian dan diatur dengan persyaratan yang sangat ketat.
IOJI berharap putusan ini dapat memberikan arah bagi pengelolaan pulau-pulau kecil di Indonesia yang berlandaskan prinsip pembangunan berkelanjutan, berwawasan lingkungan dan berkeadilan sebagaimana dijamin oleh pasal 33 (4) UUD 1945, yang tidak dapat disubstitusi dan digantikan dengan kepentingan investasi pertambangan yang ekstraktif dan destruktif.