Iri dengan Vietnam, Indonesia Ingin Dapat Fasilitas GSP dari AS

5 November 2019 16:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah perkeja memantau proses bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok. Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah perkeja memantau proses bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok. Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
ADVERTISEMENT
Indonesia ingin diperlakukan sama dengan Vietnam dengan meminta fasilitas perdagangan Generalized System of Preferences (GSP) kepada Amerika Serikat. Dengan fasilitas GSP, produk Indonesia bisa berdaya saing saat dipasarkan di AS.
ADVERTISEMENT
GSP sendiri adalah sebuah sistem tarif preferensial yang membolehkan satu negara secara resmi memberikan pengecualian terhadap aturan umum Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Melalui GSP, satu negara bisa memberi keringanan tarif bea masuk kepada eksportir dari negara-negara tertentu ke AS. Vietnam sudah menikmati keuntungan dengan mendapatkan fasilitas GSP dari AS.
Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu), Mahendra Siregar, menargetkan penyelesaian GSP dengan AS rampung dalam bulan ini. Hal ini sesuai amanat Presiden Jokowi yang menugaskan Mahendra untuk menyelesaikannya paling lambat satu bulan pascadilantik.
“Saya bukan dalam posisi untuk spesifik. Tapi kalau komitmen saya ke Presiden kan satu bulan, dari waktu dilantik," kata dia di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta, Selasa (5/11).
Wamenlu RI Mahendra Siregar memberi sambutan di acara International Workshop on Crops for Peace di Hotel Borobudur, Jakarta. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Mahendra menyebut telah melalukan kunjungan ke AS dan membahas lebih lanjut terkait hal ini. Dia akan melihat apakah urusan GSP ini bisa rampung di akhir November, seperti komitmennya kepada Jokowi.
ADVERTISEMENT
“Kami masih selesaikan beberapa hal karena ini kan sifatnya cair sehingga diskusi masih berlangsung. Kami harapkan dalam waktu dekat," sebutnya.
Pihak Indonesia dan AS sejauh ini masih mendiskusikan dan mengevaluasi untuk mendapatkan kesepakatan yang saling menguntungkan.
“Ini bagian dari diskusi dan evaluasi yang biasa. Jadi ada inilah ada pembahasan yang saya kira wajar saja. Untuk masing-masing pihak kan tentu ada kepentingan langsung tapi ada kepentingan bersama yang win-win. Saya rasa wajar," tambahnya.