Istana Luruskan Pernyataan Jokowi yang Ingin Berkata Kasar soal Gas

6 Januari 2020 17:44 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung mengikuti rapat kerja bersama Komisi II DPR di kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (13/11/2019). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
zoom-in-whitePerbesar
Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung mengikuti rapat kerja bersama Komisi II DPR di kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (13/11/2019). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
ADVERTISEMENT
Saat rapat terbatas tentang Ketersediaan Gas untuk Industri, Presiden Joko Widodo mengaku sempat ingin berkata kasar di hadapan para menterinya. Namun Presiden enggan untuk mengutarakannya.
ADVERTISEMENT
Kekesalan Jokowi karena masih mahalnya harga gas di Indonesia. Padahal hampir semua sektor industri menggunakan gas sebagai pendukung kegiatan produksi. Masalah ini terhitung sudah lama, yakni sejak tahun 2016.
"Saya tadi mau ngomong yang kasar tapi nggak jadi. Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan sebagai pengantar," kata Jokowi saat memberikan sambutannya di Istana Kepresidenan, Senin (6/1).
Terkait pernyataan tersebut, Seskab Pramono Anung meluruskan apa yang diinginkan Jokowi berupa penurunan harga gas semata. Hal itu pun yang ditugaskan pada para menterinya.
Jika mengacu pada Perpres Nomor 40/2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi yaitu sebesar USD 6 per MMBTU. Sementara, saat ini harga sebesar 9-12 dollar AS per MMBTU.
"Ya intinya Presiden minta Perpres tersebut dijalankan, Perpres tahun 2016, dan diberikan waktu sampai waktu kuartal I-2020 ini untuk bisa dijalankan dengan harga USD 6 per MMBTU," kata Pramono menanggapi kekesalan Presiden Joko Widodo.
Presiden Joko Widodo memberikan sambutan di Sidang Kabinet Paripurna Penetapan RPJMN 2020-2024, Jakarta, Senin (6/1/2020). Foto: Fahrian Saleh/kumparan
Pramono menyebut selama ini harga gas masih tergolong mahal karena dari awalnya pun sudah mematok harga yang tinggi. Sehingga, mempengaruhi harga di bawahnya.
ADVERTISEMENT
"Pertama tentunya di hulunya sendiri sudah mahal. Kedua, middleman-nya banyak," jelasnya.
Untuk itu, perlu opsi-opsi yang bisa menekan harga itu sehingga lebih kompetitif lagi dan menjangkau semua pihak.
"Maka sekarang konsentrasinya adalah bagaimana bisa diturunkan menjadi USD 6 per MMBTU pada kuartal I-2020," jelasnya.
Adapun opsi tersebut pertama soal jatah pemerintah USD 2,2 per MMBTU agar bisa dikurangi atau bahkan dihilangkan. Cara kedua dan ketiga yaitu memberlakukan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) gas dan membebaskan bea impor untuk memudahkan industri.