Jadi Langganan Ekspor RI, India Bersiap untuk Lepas Ketergantungan CPO Asing

10 Desember 2022 20:23 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah truk pengangkut Tanda Buah Segar (TBS) kelapa sawit mengantre untuk pembongkaran di salah satu pabrik minyak kelapa sawit milik PT.Karya Tanah Subur (KTS) Desa Padang Sikabu, Kaway XVI, Aceh Barat, Aceh, Selasa (17/5/2022). Foto: Syifa Yulinnas/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah truk pengangkut Tanda Buah Segar (TBS) kelapa sawit mengantre untuk pembongkaran di salah satu pabrik minyak kelapa sawit milik PT.Karya Tanah Subur (KTS) Desa Padang Sikabu, Kaway XVI, Aceh Barat, Aceh, Selasa (17/5/2022). Foto: Syifa Yulinnas/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
India kini tengah mengembangkan teknologi pertanian mereka untuk bisa lepas dari ketergantungan impor minyak nabati. Reuters melaporkan, pada Oktober lalu Kementerian Lingkungan India telah mengeluarkan izin untuk budidaya benih transgenik tanaman mustard (sesawi).
ADVERTISEMENT
Izin tersebut akan membuka jalan bagi pelepasan komersial tanaman transgenik pangan pertama di negara tersebut. Saat ini, kapas adalah satu-satunya tanaman transgenik yang diizinkan untuk dibudidayakan di India.
"India mengatakan pada hari Kamis (8/12) penting baginya untuk mengadopsi teknologi pertanian seperti tanaman hasil rekayasa genetika untuk memastikan keamanan pangan dan mengurangi ketergantungan pada impor, karena mencoba untuk meningkatkan produksi minyak yang dapat dimakan untuk populasinya yang besar," tulis laporan Reuters, dikutip Sabtu (10/12).
India sendiri memenuhi lebih dari 70 persen kebutuhan minyak nabatinya melalui impor dari Malaysia, Indonesia, Brasil, Argentina, Rusia, dan Ukraina. Minyak sawit merupakan hampir dua pertiga dari impor minyak nabati India.
Presiden Joko Widodo (kanan) menyerahkan palu kepemimpinan G20 kepada Perdana Menteri India Narendra Damodardas Modi (kiri) pada penutupan KTT G20 Indonesia 2022 di Nusa Dua, Bali, Rabu (16/11/2022). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
"Penguatan program pemuliaan tanaman termasuk penggunaan teknologi genetik baru seperti teknologi GE (genetically engineered) penting untuk memenuhi tantangan yang muncul di pertanian India dan memastikan ketahanan pangan sambil mengurangi ketergantungan asing," kata Menteri Negara di Kementerian Lingkungan Hidup, Ashwini Kumar Choubey.
ADVERTISEMENT
India menghabiskan USD 19 miliar untuk mengimpor minyak nabati tahun fiskal terakhir yang berakhir pada 31 Maret.
Khusus dari Indonesia, BPS mencatat pada periode Januari-Mei 2022 Indonesia telah mengekspor CPO terbesar ke India senilai USD 1,3 miliar. Sementara pada 2021, ekpor CPO Indonesia ke India sebesar 3 juta ton atau senilai USD 3,28 miliar.

Bersiap Naikkan Pajak Ekspor

Sebelumnya Reuters juga melaporkan, India sedang menghitung untuk menaikkan pajak impor CPO mereka. Pertimbangan tersebut sebagai bagian dari upaya negara importir minyak nabati terbesar dunia ini untuk membantu jutaan petaninya yang kesulitan akibat harga biji minyak yang lebih rendah.
"Kami sedang melalui proposal untuk mengembalikan bea masuk kelapa sawit mentah dan menaikkan bea RBD. Kami akan tetap memperhatikan kepentingan petani dan konsumen," kata sumber pemerintah yang tidak ingin disebutkan namanya, dikutip dari Reuters, Sabtu (12/11).
ADVERTISEMENT
Pemerintah India telah menerima petisi dari industri untuk menaikkan pajak impor untuk membantu menopang penurunan harga minyak dai biji-bijian atau oilseed.
Direktur eksekutif Asosiasi Ekstraktor Pelarut, B.V. Mehta mengatakan, pemerintah India harus menaikkan pajak impor CPO dan RBD setidaknya 10 persen untuk mendukung penurunan harga oilseed, dan perbedaan bea antara CPO dan RBD setidaknya harus 12-13 persen untuk mendorong penyulingan lokal.
Kementerian Perdagangan Indonesia mencatat, India merupakan salah satu pasar terbesar CPO Indonesia. Bahkan BPS mencatat, pada 2017 India menjadi importir CPO Indonesia terbesar dengan volume 7,32 juta ton, lebih tinggi dari negara importir terbesar kedua yaitu China yang hanya 3,6 juta ton.