Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Jadi Wakil Ketua MPR, Bos Lion Air Minta PPN Tiket Pesawat Dihapus
3 Oktober 2024 14:49 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Bos Lion Air Rusdi Kirana baru saja dilantik menjadi Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Ia menyampaikan beberapa hal yang perlu dilakukan pemerintah untuk menurunkan tiket pesawat.
ADVERTISEMENT
Rusdi menyebut saat ini harga tiket pesawat tengah menjadi pembicaraan karena dianggap mahal. Rusdi melihat mahalnya harga tiket pesawat ini dipicu beberapa komponen pengeluaran, seperti biaya bahan bakar atau avtur, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), impor komponen atau suku cadang, juga pengaruh dari nilai tukar rupiah.
Rusdi berharap ke depannya pemerintah bisa menghapus PPN untuk transportasi udara, sebagaimana tidak adanya pungutan ini untuk transportasi darat dan laut.
“Nah ini harus bersama-sama tidak bisa hanya disatukan si airline nya-nya atau si supplier-nya ini mesti di bareng bagaimana kita yang namanya PPN itu kalau darat, laut tidak ada PPN. Bagaimana udara juga dibikinnya enggak sama, itu aja udah 10 persen kemudian minyak,” tutur Rusdi du Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta (3/10).
ADVERTISEMENT
Selain itu, Rusdi juga berharap nantinya pemerintah bisa memberikan subsidi untuk biaya distribusi avtur ke timur agar terjadi keseimbangan. Sebab, menurut dia, biaya pendistribusian avtur ke daerah timur membuat pengusaha harus merogoh kocek yang dalam.
“Harapan saya adalah jangan dinaikin di timur, tapi dinaikin lah yang di barat, tuh subsidi timur, karena kalau daerah NTT itu kan daerahnya cukup enggak sekuat Jakarta, lebih baik naikin di Jakarta untuk subsidi mereka (daerah timur). Sehingga ada keseimbangan harga,” imbuh Rusdi.
Rusdi juga memandang, salah satu penyebab tingginya harga tiket pesawat domestik adalah ongkos distribusi yang berbeda di daerah-daerah.
Menurutnya, Pertamina tidak bisa disalahkan dalam hal ini. Dia berharap nantinya kota-kota besar dengan penerbangan ramai di Indonesia seperti Jakarta, Bali dan Surabaya bisa menanggung subsidi untuk ongkos pendistribusian avtur. Sehingga nantinya tiket pesawat di dalam negeri lebih merata.
ADVERTISEMENT
“Bukan karena Pertamina naikin harganya sesuka dia, ada biaya impor atau diproduksi di barat di bawa sampai timur nah itu kan ada ongkos, kemudian ongkos penimbunan. Harapannya fokus itu jangan dibebankan di Timur, tapi dibebankan lah di kota Provinsi yang kayak Jakarta Surabaya, Bali,” terangnya.
Di sisi lain, Rusdi juga melihat pengusaha harus mengeluarkan biaya yang tinggi untuk pengimpor suku cadang pesawat, dengan adanya pengenaan bea masuk.
“Jadi kita tetap pengusaha di Indonesia tidak banyak yang bisa memperbaiki komponen pesawat sehingga mereka kirim ke luar negeri Karena kirim ke luar negeri itu biaya,” tuturnya.
Harapan dia, Indonesia bisa mencontoh negara tetangga seperti Malaysia, Thailand dan Singapura yang membebaskan bea masuk untuk importasi komponen pesawat.
ADVERTISEMENT
“Hampir semua negara membebaskan itu akan terjadi para pengusaha yang mampu memperbaiki komponen. Sehingga valuta asing pengaruhnya enggak sebesar yang sekarang. Selain itu di eranya juga harus efisiensi,” tuturnya.