Jalan-jalan ke PLTA Lamajan, Pembangkit dari Zaman Belanda

15 Mei 2019 3:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana PLTA Lamajan di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana PLTA Lamajan di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) (PLN) ternyata punya Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang dibangun sejak zaman Belanda dan masih beroperasi hingga saat ini. PLTA ini bernama Lamajan, berlokasi di Pengalengan, Kabupaten Bandung Selatan, Jawa Barat. PLTA Lamajan dibangun pada 1922 dan mulai beroperasi pada 1925.
ADVERTISEMENT
Saat ini, PLTA Lamajan beroperasi di bawah PT Indonesia Power, anak perusahaan PT PLN (Persero). PLTA Lamajan merupakan bagian dari salah satu pembangkit yang dioperasikan Indonesia Power yaitu Unit Pembangkitan Saguling (UP Saguling).
Total kapasitas terpasang di UP Saguling ini mencapai 797,36 MW terdiri dari Unit PLTA Saguling berkapasitas 700,72 MW dan sisanya ditopang oleh 7 Sub Unit antara lain: Sub Unit PLTA Bengkok dan Dago 3,85 MW (Kab. Bandung), Sub Unit PLTA Plengan 6,87 MW (Kab. Bandung), Sub Unit PLTA Lamajan 19,56 MW (Kab. Bandung), Sub Unit PLTA Cikalong 19,20 MW (Kab. Bandung), Sub Unit PLTA Ubrug 18,36 MW (Kab. Sukabumi), Sub Unit PLTA Karacak 18,90 MW (Kab. Bogor), Sub Unit PLTA Parakan Kondang 9,90 MW (Kab. Sumedang).
Suasana PLTA Lamajan di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Akses ke PLTA Lamajan ini cukup menarik. Dari jalan utama, masyarakat bisa melihat sepasang pipa raksasa berwarna kuning yang menjalar seolah membelah bukit. Di sekelilingnya, hutan lindung masih tampak sangat asri dan hijau. Menambah kesan sejuk dan dingin yang khas dari Kabupaten Bandung.
ADVERTISEMENT
Saat memasuki area PLTA Lamajan, terlihat rumah-rumah dinas bergaya era kolonial, ada pula bangunan untuk kantor serta musala dan gardu utama.
Dari gardu utama ini, berjalan kaki sekitar 100 meter, maka akan terlihat lintasan rel dan sebuah gerbong kecil alias Lori. Namun jangan salah, jika ditengok lebih seksama, rel tersebut hanyalah ujung dari sebuah lintasan rel yang panjang dan curam. Lintasan inilah jalan satu-satunya menuju turbin yang berada di dasar tebing. Lintasan ini memiliki panjang sekitar 200 meter dengan kemiringan sekitar 45 derajat. Untuk mencapai ke dasar, para operator atau pekerja akan menggunakan Lori yang ditarik dengan tali baja. Sesungguhnya ada anak tangga yang berada di samping lintasan Lori. Namun tampaknya harus butuh tenaga ekstra mengingat ada sekitar 500 anak tangga yang harus dilalui untuk mencapai dasar.
Lori alias kereta kecil transportasi yang digunakan untuk melihat langsung PLTA Lamajan, di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Tak ayal untuk mencapai ke turbin utama, perjalanan cukup memacu adrenalin. Sebab laju Lori yang ditarik tali baja ini bisa dibilang sangat lambat, kecepatannya sama seperti berjalan kaki. Butuh waktu sekitar 8 menit naik Lori dari atas menuju dasar. Satu kali jalan, gerbong Lori ini hanya bisa mengangkut 6-8 orang. Enam orang duduk berhadapan, sedangkan dua lainnya berdiri di pijakan belakang. Lori ini juga masih asli peninggalan zaman Belanda. Namun meski seumuran dengan PLTA Lamajan, Lori ini juga tidak kalah awet muda sebab masih berfungsi baik dan bisa mengangkut beban hingga maksimal 5 ton.
ADVERTISEMENT
Sesampainya di dasar, suara deru mesin turbin terdengar cukup jelas, bersahutan dengan suara aliran sungai yang deras. Di sebelah kiri terlihat sepasang pipa pesat raksasa yang masih berdiri kokoh. Sedangkan kanan terdapat sebuah bangunan tempat bernaungnya tiga unit turbin yang masing-masing berkapasitas 6,5 MW serta ruang kontrol bagi operator. Lalu sebenarnya bagaimana cara kerja PLTA ini?
Petugas mengecek bagian di PLTA Lamajan di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Operator PLTA Lamajan Darari Almas menjelaskan, PLTA merupakan pusat pembangkit tenaga listrik yang mengubah energi potensial air (energi gravitasi air) menjadi energi listrik. Energi gravitasi ini dihasilkan dari sepasang pipa kuning raksasa alias pipa pesat (penstock) yang mengalirkan air dari kolam tandu harian (KTH) Situ Cileunca. Aliran air yang deras tersebut kemudian memutar turbin dan akhirnya menghasilkan energi listrik.
ADVERTISEMENT
“Secara sederhana air dari tempat yang tinggi tadi mengalir ke bawah dan memutar turbin. Turbin itu sudah dihubungkan dengan generator. Sehingga ketika turbin berputar, generator ikut berputar dan menghasilkan listrik,” ungkap Darari di Pengalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (15/5).
Tiga turbin yang ada di PLTA Lamajan ini masih berfungsi dengan baik. Menurut catatan PLN, turbin pertama dan kedua dibangun pada 1924 dan beroperasi pada 1925. Sedangkan turbin ketiga dibangun satu dasawarsa kemudian yaitu pada 1934 dan mulai berfungsi pada 1935. Renovasi hanya pernah satu kali dilakukan yaitu pada 1993. Namun bukan karena gangguan atau pun adanya kerusakan, renovasi dilakukan justru untuk menambah kapasitas dari semula 5 MW menjadi 6,5 MW.
Lori alias kereta kecil transportasi yang digunakan untuk melihat langsung PLTA Lamajan, di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Pada tahun yang sama, sistem PLTA ini juga diubah dari manual ke otomatis. Saat ini sistem yang digunakan adalah automatic voltage ring (AVR) atau sistem yang bisa mengatur tegangan dan debit air secara otomatis.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, sistem ini tetap perlu dijaga selama 24 jam yang terbagi dalam tiga shift. Masing-masing shift dijaga oleh 3 operator. Hal ini dilakukan semata-mata untuk menjaga keandalan listrik di Bandung Selatan. Apalagi PLTA merupakan salah satu pembangkit listrik energi alternatif yang patut untuk terus dijaga.