Jangan Sampai Merana di Hari Tua

15 September 2024 11:26 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah buruh mengikuti aksi damai memperingati Hari Buruh Internasional di Alun-alun Simpang Tujuh, Kudus, Jawa Tengah, Rabu (1/5/2024). Foto: Yusuf Nugroho/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah buruh mengikuti aksi damai memperingati Hari Buruh Internasional di Alun-alun Simpang Tujuh, Kudus, Jawa Tengah, Rabu (1/5/2024). Foto: Yusuf Nugroho/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Keuangan untuk masa tua tidak boleh diabaikan. Harus disiapkan jauh-jauh hari. Namun, belum tentu semua pekerja bisa mewujudkan mapan finansial di masa pensiun.
ADVERTISEMENT
Entah karena belum sadar ada masa pensiun, atau sudah sadar tetapi pendapatan selama masa muda tidak memungkinkan untuk disisihkan sebagai dana masa tua.
Di tengah kondisi itu, pemerintah berniat membantu dengan membuat kebijakan memotong gaji pekerja untuk iuran pensiun tambahan. Program tersebut menuai polemik di tengah turunnya kelas menengah hingga rendahnya daya beli.
Perencana keuangan, Mike Rini, tidak menampik tambahan potongan gaji memang akan menambah beban yang ditanggung oleh pekerja. Hanya saja, menurut dia, investasi jangka panjang untuk masa depan juga diperlukan, terlebih hal ini menyangkut masa pensiun.
"Dengan adanya program pensiun yg lebih kuat, pekerja dapat memiliki jaminan finansial yang lebih baik ketika memasuki usai pensiun," kata Mike Rini kepada kumparan, Rabu (11/9).
ADVERTISEMENT
Mike Rini memandang program Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan belum dapat memenuhi kebutuhan masa pensiun jangka panjang. Dengan demikian, program pensiun tambahan dapat membantu memberikan jaminan dana pensiun lebih memadai dan berkelanjutan.
Mike Rini Sutikno. Foto: kumparan
Namun, pemerintah perlu menjelaskan lebih lanjut wacana skema program iuran tambahan ini akan seperti JHT atau seperti program anuitas yang dapat diterima pensiunan secara berkala setiap bulan.
Mike Rini menyarankan jika wacana penambahan iuran ini diteken, maka pekerja harus mulai melakukan perencanaan keuangan dengan lebih cermat, termasuk membuat anggaran yang memperhitungkan potongan tambahan ini.
"Jika beban finansial meningkat, tentunya perlu untuk mengurangi pengeluaran yang tidak perlu," ujar Mike Rini.
Selain itu, pekerja juga disarankan untuk tidak mengandalkan pendapatan dari satu pintu gaji saja, tetapi berupaya mencari sumber penghasilan tambahan jika memungkinkan. Hal ini dilakukan seiring dengan peningkatan skill. Sehingga, peluang kenaikan gaji juga semakin terbuka.
ADVERTISEMENT

Uang JHT Jangan Dibuat Liburan

Lebih lanjut, Mike Rini mengatakan pekerja harus bisa menggunakan uang pencairan JHT sebaik-baiknya agar tidak cepat habis dan tidak merana ketika memasuki masa pensiun.
Dia mewanti-wanti pekerja untuk menggunakan uang JHT yang bisa diklaim langsung 100 persen itu untuk kebutuhan tersier, seperti liburan.
"(Uang JHT) jangan langsung dihabiskan buat kebutuhan hidup apalagi buat jalan-jalan, maklum baru dapat uang banyak, jadi terdorong belanja," tuturnya.
Menurutnya, hal pertama kali yang harus dilakukan setelah menerima uang JHT adalah menyisihkan dana darurat. "Sisihkan terlebih dulu untuk dana darurat, besarannya antara 3 hingga 6 kali biaya hidup per bulan," terang Mike Rini.
Lalu, uang JHT juga sebaiknya digunakan untuk berinvestasi, dengan catatan harus di perusahaan asuransi yang aman dan memberikan pendapatan pasif. Tujuannya agar dapat menghasilkan uang dari penghasilan investasi tersebut, baik deposito, Obligasi Negara Ritel (ORI) ataupun sukuk.
ADVERTISEMENT
Selain itu, di masa pensiun, asuransi kesehatan sangat penting. Sehingga pensiunan harus terdaftar setidaknya di asuransi kesehatan pemerintah, BPJS Kesehatan.
"Alokasikan juga untuk asuransi kesehatan, setidaknya memiliki BPJS kesehatan, jika diperlukan dapat membeli asuransi kesehatan tambahan dari swasta," tutur Mike Rini.
Agar keuangan di masa pensiun lebih aman, Mike Rini juga menyarankan agar pensiunan tidak mengandalkan 100 persen uang pensiun, tetapi juga mencoba membangun usaha.
"Alternatif lain, cobalah merintis usaha atau penghasilan sampingan sedari kerja, jadi tidak tergantung dari dana pensiun saja," terang Mike Rini.
Andy Nugroho. Foto: Dok. Pribadi
Senada dengan Mike Rini, perencana keuangan, Andy Nugroho, juga memandang, penambahan iuran tambahan untuk program pensiun mengharuskan pekerja untuk menghitung ulang pos pengeluaran setiap bulannya dengan cermat. Apalagi, daya beli pekerja menurun imbas berkurangnya nominal yang dibawa pulang atau take home pay pekerja.
ADVERTISEMENT
"Daya beli para karyawan akan menurun karena harus menghitung ulang dengan lebih cermat pos pengeluaran mana saja yang bisa dibelanjakan dan mana yang harus dihemat atau bahkan di skip pengeluarannya," tutur Andy kepada kumparan, Rabu (11/9).
Andy memandang jika pekerja tidak ingin daya belinya menurun, maka harus menambah pintu pendapatan. Pekerja tidak bisa lagi mengandalkan satu pendapatan berupa gaji saja di tengah ada kemungkinan tambahan beban berupa iuran program pensiun.
"Mau tidak mau kita harus berupaya untuk bisa mendapatkan penghasilan tambahan diluar penghasilan yang sudah didapat selama ini," tutur Andy.
Andy menuturkan salah satu alasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan memberlakukan penambahan potongan gaji ini sebab program yang diterima pensiunan saat ini masih relatif kecil, yaitu 10 hingga 15 persen dari gaji terakhir. Sehingga diperkirakan tidak dapat menutupi kebutuhan masa pensiun.
ADVERTISEMENT
"Dengan kata lain, bila seseorang gaji terakhirnya sebelum pensiun adalah Rp 5 juta, maka manfaat pension yang diterimanya apabila dijadikan sebulan adalah sebesar Rp 500 ribu alias Rp 6 juta setahun," imbuh Andy.
Jika dikalkulasikan dengan jarak 15 tahun antara usia pensiun 55 tahun dengan usia harapan hidup 70 tahun, maka selama 15 tahun masa pensiun pekerja tersebut akan menerima uang total Rp 90 juta.
Sementara penghitungan sederhana kebutuhan dana pensiun adalah penghasilan terakhir sebelum pensiun misal Rp 5 juta dikali 12 bulan yaitu Rp 60 juta per tahun. Kemudian Rp 60 juta ini dikalikan dengan waktu lamanya harapan hidup, misalnya 15 tahun. Sehingga, uang yang dibutuhkan pekerja untuk masa pensiun adalah Rp 900 juta.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, Andy mengaku belum bisa memperkirakan apakah program-program pensiun wajib yang dimiliki oleh BPJS Ketenagakerjaan dapat memenuhi kebutuhan masa pensiun atau sebaliknya. Sebab, pemerintah belum menjelaskan skema penghitungan pengembangan dana pensiun yang sudah disetorkan oleh pekerja.
"Apabila memang keduanya (JHT dan JP) bisa dihitung dan diprediksi dari sekarang, idealnya adalah potongan tambahan tersebut hanya merupakan opsi dan himbauan," ujar Andy.
Menurutnya, jika program-program persiapan hari tua yang dimiliki BPJS Ketenagakerjaan telah mencukupi kebutuhan masa pensiun, maka pemerintah tidak perlu meneken program pensiun tambahan.
Begitu juga ketika program-program pensiun BPJS Ketenagakerjaan belum dapat mengakomodir kebutuhan masa pensiun pekerja, Andry melihat pemerintah seharusnya memberi peluang pekerja memilih persiapan masa pensiunnya masing-masing.
ADVERTISEMENT
"Namun bila belum mencukupi, maka disarankan bagi para pekerja untuk mempersiapkannya masing-masing agar di masa pensiunnya tidak mengalami kesulitan finansial," terangnya.
Kebijakan program pensiun tambahan merupakan tindak lanjut dari Undang-undang nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK).
Dalam pasal 189 ayat 4 UU PPSK, disebutkan selain program jaminan hari tua dan jaminan pensiun, pemerintah dapat melaksanakan program pensiun tambahan yang bersifat wajib yang diselenggarakan secara kompetitif bagi pekerja dengan penghasilan tertentu.
Namun, belum ada waktu kapan penerapan hingga siapa saja pekerja yang dipotong gajinya untuk program pensiun tambahan itu. Sebab, saat ini kebijakan tersebut masih menunggu aturan turunan melalui Peraturan Pemerintah (PP).