Jelajah Rupiah di Jalur Rempah: Banda Neira Setelah 4 Abad Pembantaian Itu

29 Oktober 2024 10:48 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gunung Api Banda. Foto: Angga Sukmawijaya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Gunung Api Banda. Foto: Angga Sukmawijaya/kumparan
ADVERTISEMENT
Minggu pagi 8 Mei 1621, matahari belum begitu terang saat para Ronin samurai Jepang bersiap menghunuskan pedangnya untuk memenggal para tokoh di Kepulauan Banda Neira. Mereka dieksekusi karena dituding menjadi dalang kerusuhan.
ADVERTISEMENT
Adalah Jan Pieterszoon Coen, Gubernur Jenderal Hindia Timur Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), yang memerintahkan pembantaian. Delapan saudagar atau “Orang Kaya” Banda digiring ke luar Benteng Nassau. Ada enam algojo yang sudah bersiap. Para orang kaya berpengaruh di Banda ini dieksekusi. Tubuh mereka dipotong menjadi empat bagian.
Tak berhenti sampai di situ, algojo juga mengeksekusi 32 orang kaya lainnya. Kepala mereka dipenggal dan dipertontonkan kepada masyarakat Banda agar mereka ketakutan dan mau tunduk pada VOC. Total ada 44 Orang Kaya Banda yang dibunuh.
Minggu pagi itu menjadi hari terkelam yang terjadi di pulau indah bernama Banda Neira. Pembantaian di Banda terkenal dengan genosida terbesar pada abad tersebut.
Pangkal persoalan adalah Rempah. Ya, Pala dan bunganya yang disebut fuli dari Banda yang saat itu sudah termasyhur ke berbagai belahan dunia, menjadi incaran VOC dari Belanda.
ADVERTISEMENT
Peristiwa pembantaian itu tak lepas dari persoalan yang terjadi pada 1609, saat Laksamana Verhoeven datang ke sana bersama sekitar 300 orang prajuritnya. Mereka membangun Benteng Nassau di bekas benteng yang pernah dibangun Portugis.
Benteng Nassau di Banda Neira. Foto: Angga Sukmawijaya/kumparan
Verhoeven melakukan itu untuk mengintimidasi rakyat Banda yang menolak bernegosiasi dengan Belanda dan lebih memilih berdagang dengan Inggris di bawah pimpinan William Keeling. “Orang Kaya” ini tak mau karena Belanda ingin memonopoli Pala.
Setelah melihat pembangunan Benteng tersebut, Orang Kaya Banda mau berunding dengan berbagai syarat. Namun, ternyata itu siasat. Mereka memilih melawan. Verhoeven dijebak dan dibunuh. Jan Pieterszoon Coen yang saat itu masih menjadi juru tulis, melihat langsung pembunuhan tersebut.
Berdasarkan catatan sejarawan Banda, almarhum Des Alwi, pembantaian atas perintah Jan Pieterszoon Coen yang dibaluti dendam dan keinginan memonopoli perdagangan Pala di Banda, telah membuat penduduk Kepulauan Banda yang awalnya berjumlah sekitar 15 ribu jiwa, diperkirakan hanya tersisa kurang dari 1.000 jiwa.
ADVERTISEMENT
Tercatat ada 6.000 rakyat Banda dibunuh, 789 rakyat Banda diasingkan secara paksa ke Jakarta. Selain itu, sekitar 1.700 orang melarikan diri ke Banda Eli atau Banda Elat, Kepulauan KEI, Seram, dan tempat lainnya.
Rantai Parigi di Banda Neira. Foto: Angga Sukmawijaya/kumparan
4 Abad Setelah Pembantaian
Saya berdiri di depan sumur lokasi pembantaian, setelah empat abad lebih berlalu. Sunyi. Tak ada suara erangan kesakitan dan ketakutan. Yang terlihat hanya sebuah sumur yang disebut Parigi Rantai. Di belakangnya ada pohon besar dengan akar terurai, seolah memberi pesan jika lokasi ini punya kisah yang sangat kelam.
Minggu (20/10) pagi, tepat jam 8.30 waktu Indonesia bagian Timur, saya tiba di Pelabuhan Banda Neira setelah berlayar selama hampir 14 jam menggunakan KRI Teluk Lada 521 dari Dermaga Lantamal IX TNI AL Ambon.
ADVERTISEMENT
Ikut dalam rombongan Ekspedisi Rupiah Berdaulat yang digelar Bank Indonesia bekerja sama dengan TNI AL, ini adalah pengalaman pertama saya menjejakkan kaki di Pulau Banda Neira. Saat Kapal memasuki Teluk Banda, terlihat dengan jelas Gunung Api Banda menjulang berwarna hijau rimbun.
Empat abad silam, Teluk ini mungkin dijejali kapal-kapal besar dari berbagai negara: Arab, China, hingga Eropa untuk mengangkut rempah Pala. Hingga saat ini, komoditas Pala dan Fuli menjadi salah satu andalan ekonomi masyarakat Banda.
Warga Banda saat menukarkan uang rupiah di layanan Bank Indonesia. Foto: Angga Sukmawijaya/kumparan
Salah seorang warga Banda Neira, Zulkifli, mengatakan saat ini Pala memang menjadi salah satu penopang laju ekonomi di Banda. Selain Pala, wisata di Banda juga mulai menggeliat. Banyak turis asing datang ke sini untuk menikmati wisata scuba diving dan snorkeling.
ADVERTISEMENT
“Masyarakat Banda banyak juga yang sudah menjadi guide bagi para turis,” katanya.
Banda memang memiliki potensi ekonomi berupa perkebunan, perikanan, dan pariwisata. Perputaran ekonominya cukup tinggi untuk sekelas wilayah kepulauan di Kabupaten Maluku Tengah, Maluku. Dalam ekspedisi ini, Bank Indonesia menyiapkan Rp 2 miliar uang baru untuk ditukarkan masyarakat.
Masyarakat Banda berbondong-bondong menukarkan uang mereka ke layanan kasir Bank Indonesia di lapangan depan Kecamatan Banda. Uang-uang masyarakat yang sudah lusuh, robek, ditukar. Bank sentral berharap dengan penukaran uang ini distribusi rupiah yang laik edar di Kepulauan Banda yang kaya akan sejarahnya dipastikan ketersediaannya.
“Bank Indonesia datang ke Banda Neira untuk menjaga stabilitas ekonomi, salah satu yang sangat penting adalah menjamin ekonomi berjalan dengan ada uangnya,” kata Deputi Gubernur Bank Indonesia Aida S Budiman di Banda Neira.
Gunung Api Banda. Foto: Angga Sukmawijaya/kumparan
Kesohoran Banda dan sejarah kekayaan rempahnya, menjadi perhatian utama dalam ekspedisi ini. Dari Banda, Pala atau myristica fragrans telah menjelajah dunia.
ADVERTISEMENT
Rempah ini memiliki buah berbentuk bulat-lonjong. Aromanya khas, sangat kuat. Ada kandungan minyak atsiri dalam buah ini. Pala dicari untuk kebutuhan industri, mulai dari kecantikan, kuliner, hingga farmasi.
Di pasar global, Indonesia menjadi produsen pala terbaik di dunia, dengan permintaan yang sangat tinggi. Indonesia adalah pengekspor utama diikuti India dan Vietnam. Berdasarkan catatan Kementerian Perdagangan, dalam lima tahun terakhir (2019-2023) ekspor pala meningkat 8,19 persen per tahun. Pada 2023, nilai ekspor pala baik biji maupun bubuk dari Indonesia mencapai USD 111,98 juta.
Negara tujuan ekspor produk Pala Indonesia tersebar di berbagai belahan benua, dari Asia, Amerika, hingga Eropa. Termasuk Belanda, negara yang dulu menjelajah jalur rempah Laut Banda untuk menjajah dan mendapatkan pala, saat ini masih jadi salah satu negara pengimpor pala terbesar dari Indonesia.
ADVERTISEMENT