JHT Baru Cair Saat 56 Tahun, Bisakah JKP Jadi Solusi Darurat untuk Korban PHK?

15 Februari 2022 11:08 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah buruh pabrik di Jalan Industri. Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah buruh pabrik di Jalan Industri. Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
ADVERTISEMENT
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengeluarkan aturan baru mengenai jaminan hari tua atau JHT yang baru bisa cair saat peserta berusia 56 tahun. Pemerintah mengeklaim, hal ini dilakukan karena saat ini sudah ada jaminan kehilangan pekerjaan (JKP), yang bisa menggeser manfaat JHT.
ADVERTISEMENT
Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, alasan pemerintah menahan JHT hingga usia pekerja mencapai 56 tahun agar manfaat yang diterima lebih besar. Sebaliknya, kata Airlangga, jika aturan pencairan JHT yang sebelumnya justru membuat dana yang diterima pekerja saat resign, kena PHK, atau pensiun, jadi kecil.
"Dengan adanya Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tersebut akumulasi iuran dan manfaat akan diterima lebih besar jika peserta mencapai usia pensiun yaitu di usia 56 tahun," kata dia dalam konferensi pers virtual, Senin (14/2).
Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) Ristadi mengatakan, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 yang berlaku pada 4 Mei 2022 itu merupakan perintah dari Pasal 37 UU Nomor 40 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
ADVERTISEMENT
Dalam pasal tersebut manfaat jaminan hari tua berupa uang tunai dibayarkan sekaligus pada saat peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap.
“Secara yuridis dan filosofis pemerintah tidak salah, situasinya saja yang belum tepat,” kata Ristadi dalam keterangannya, Selasa (15/2).
Dia melanjutkan, JKP untuk menyiasati pekerja kehilangan pekerjaan juga belum sepenuhnya mampu memenuhi keinginan buruh. Sebab, masih perlu kejelasan dan sosialisasi tentang JKP tersebut.
“JKP ini kan bisa didapat kalau kemudian pekerja itu atau peserta itu masuk ke dalam program BPJS secara lengkap, program jaminan kesehatan, program kecelakaan kerja, jaminan kematian, pensiun, termasuk JHT,” katanya.
Namun, Ristadi melanjutkan, kenyataannya belum semua pekerja atau buruh di-cover seluruh program jaminan sosial tersebut. Banyak yang sudah jadi peserta program JHT, tapi belum ikut program jaminan pensiun.
ADVERTISEMENT
Selain itu, banyak pengusaha yang menunggak iuran. Sehingga peserta belum tentu bisa mendapatkan JKP.
“(Pengusaha) nunggak saja satu atau dua bulan pas terjadi, maka tidak mendapatkan klaim JKP. Tentu ini harus dipertimbangkan dan dihitung kembali dalam situasi ini,” katanya.
Menurut dia, saat ini banyak pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), kemudian kemampuan keuangan perusahaan yang tak maksimal. Belum tentu orang di PHK langsung dapat pesangon.
"Situasi ini, kemudian membuat pekerja masih mengandalkan tabungan JHT sebagai solusi darurat," tambahnya.
Besaran Manfaat JHT dan JKP
Berdasarkan perhitungan kumparan, besaran manfaat yang diterima peserta untuk JHT dan JKP sangat berbeda jauh. Manfaat JHT yang diterima bisa dihitung dari iuran 5,7 persen dikalikan upah atau gaji peserta setiap bulannya, dikalikan berapa tahun ia bekerja.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, iuran per tahun itu ditambahkan saldo akhir tahun sebelumnya yang kemudian dikalikan dengan bunga pengembangan saldo JHT. Adapun pengembangan bunga tersebut berfluktuasi, sesuai suku bunga BI dan selalu di atas rata-rata bunga deposito bank. Pada 2022, rata-rata bunga pengembangan saldo JHT sebesar 5 persen.
Sementara JKP, diberikan setiap bulan paling banyak 6 bulan upah. Ketentuannya adalah sebesar 45 persen dari upah untuk 3 bulan pertama, dan sebesar 25 persen dari upah untuk 3 bulan berikutnya.
Namun, ketentuan batas atas gaji dalam program JKP ini maksimal Rp 5 juta. Artinya, jika ada pekerja yang terkena PHK dan upahnya di atas Rp 5 juta, maka pekerja tersebut mengikuti formula penghitungan dari gaji maksimal dalam program ini.
ADVERTISEMENT
Sebagai contoh, pekerja A memiliki gaji Rp 5 juta per bulan, ia kemudian mendapat PHK setelah bekerja di perusahaan itu selama 10 tahun. Dengan rumusan perhitungan tersebut, pekerja A bisa mendapat JHT sekitar Rp 45,16 juta.
Sementara untuk JKP, pekerja A hanya mendapat Rp 2,25 juta di bulan pertama sampai ketiga dan Rp 1,25 juta di bulan keempat hingga keenam.