Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
Jika Pemerintah dan Rakyat Berhemat, Hotel-Transportasi Dinilai Bisa Sekarat
12 Desember 2024 13:08 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Permintaan Presiden Prabowo Subianto agar pemerintah berhemat dan memangkas sejumlah anggaran untuk hal yang tidak produktif, seperti seremonial dinilai bisa berdampak pada lambatnya serapan belanja. Selain itu, sektor transportasi dan perhotelan juga bisa terpuruk.
ADVERTISEMENT
Keinginan menghemat anggaran itu disampaikan Prabowo acara penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Buku Daftar Alokasi Transfer ke Daerah (TKD) 2025 di Istana Negara, Jakarta, Selasa (10/12).
Prabowo menegaskan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 dirancang untuk menjaga stabilitas, inklusivitas, keberlanjutan, dengan kehati-hatian. Menurutnya, meskipun Indonesia memiliki cita-cita tinggi di berbagai sektor, namun penggunaan anggaran harus dilakukan dengan hati-hati dan terencana.
Selain penghematan anggaran, Prabowo juga menekankan akan memerangi kebocoran anggaran di semua tingkatan. Prabowo menuturkan pemerintah harus menjamin setiap rupiah yang digelontorkan adalah untuk kepentingan rakyat dan mengurangi kesulitan rakyat.
Sebelum imbauan Prabowo, ramai juga di media sosial gerakan yang mengajak masyarakat untuk hidup hemat. Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengatakan jika pemerintah berhemat, maka akan ada risiko pelambatan serapan belanja.
ADVERTISEMENT
Beberapa sektor seperti perhotelan dan transportasi akan terpuruk di kuartal IV 2024. Hal itu berimbas dengan menurunnya gelaran Meetings, Incentives, Conferences and Exhibitions (MICE), sekaligus berkurangnya minat masyarakat untuk bepergian akibat gerakan penghematan.
“Disaat konsumen berhemat, pemerintah melakukan beberapa efisiensi belanja lewat melarang perjalanan dinas, yang sebenarnya punya risiko memperlambat serapan belanja juga. Selain itu beberapa sektor seperti perhotelan, transportasi dan MICE juga terdampak sehingga mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi di kuartal IV 2024,” kata Bhima kepada kumparan, Kamis (12/12).
Bhima melihat dampak yang timbul akibat penahanan belanja atau fenomena frugal living yang dilakukan oleh masyarakat juga akan membuat periode peak season bagi konsumsi yaitu pada periode Natal dan Tahun Baru justru akan terhambat.
ADVERTISEMENT
Sementara dampak yang akan ditimbulkan oleh penghematan anggaran yang dilakukan oleh pemerintah akan menyebabkan pelambatan omzet usaha untuk beberapa sektor.
Bhima mengatakan saat ini ada pergeseran konteks fenomena frugal living yang sebelumnya untuk merespons wacana kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen, kini kemungkinan konteks hidup hemat ini lebih mengarah pada kekhawatiran kenaikan beberapa iuran yang dibebankan kepada masyarakat.
Iuran-iuran tersebut salah satunya adalah iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dan dana pensiun wajib. Dia memperkirakan, kekhawatiran yang timbul akibat kenaikan iuran-iuran ini bisa melebihi kekhawatiran yang timbul akibat kenaikan PPN.
“Mungkin konteks nya melebihi isu PPN ya misalnya kekhawatiran kenaikan iuran BPJS Kesehatan, Tapera dan dana pensiun wajib. Akibatnya konsumen melakukan perubahan perilaku dengan lebih berhemat,” terang Bhima.
ADVERTISEMENT
Kemudian, untuk memperbaiki fenomena ini, Bhima memandang langkah pemerintah yang menaikkan Upah Minimum Provinsi sebesar 6,5 persen belum bisa membuat kekhawatiran masyarakat mereda. Ia menilai idealnya kenaikan UMP 2025 berkisar antara 8,7 hingga 10 persen jika ingin mengerek daya beli masyarakat.
“Masih belum cukup 6,5 persen, idealnya 8,7 sampai 10 persen kenaikan ump agar daya beli masyarakat terjaga dan bisa mendorong permintaan secara agregat,” terang Bhima.
Selain itu, menurut dia, kekhawatiran masyarakat yang menjadi penyebab ramainya gerakan frugal living ini bisa mereda jika pemerintah melakukan sederet perbaikaan.
“Efektifkan seluruh insentif fiskal untuk pembukaan lapangan kerja di sektor formal (dan) batalkan seluruh tarif dan pungutan baru yang memberatkan masyarakat khususnya kelompok menengah kebawah,” jelas Bhima.
ADVERTISEMENT
Berbagai tarif yang dibebankan kepada masyarakat saat ini di antaranya Pajak Penghasilan (PPh) 21, iuran BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, Jaminan Keselamatan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT), jaminan pensiun, iuran Tapera, juga asuransi kendaraan.
Kepala Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro, sebelumnya juga sudah buka suara soal gerakan yang mengajak masyarakat untuk menahan belanja, tidak membeli barang di ritel atau mal, dan tidak melakukan transaksi pembayaran secara digital atau frugal living ini.
Dia memandang, gerakan ini bisa menghambat pertumbuhan ekonomi. Apalagi, jika kegiatan ini masif dan diikuti banyak orang.
Andry melihat pemerintah harus segera merespons hal tersebut. Terlebih, konsumsi rumah tangga menyumbang lebih dari 50 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Frugal living, sederhana, hemat, enggak banyak konsumsi. Ini upaya ketidakpuasan sebagian masyarakat, terutama dalam kaitannya rencana kenaikan PPN," ujar Andry dalam acara BI Bersama Masyarakat (BIRAMA) 2024 di Gedung BI, Jakarta, Senin (2/12).
Senada dengan Andry, Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI), Firman Mochtar, mengatakan komponen konsumsi rumah tangga harus dijaga pemerintah agar perekonomian tetap stabil. Sebab, komponen ini masih menjadi penyangga terbesar dalam struktur perekonomian Indonesia.
Dari sisi moneter, BI akan terus mendorong pertumbuhan konsumsi rumah tangga melalui kebijakan stabilitas rupiah hingga suku bunga. "Struktur perekonomian, konsumsi 55 persen dari pertumbuhan ekonomi. Dari sisi sektoral, sektor apa yang didorong, bukan hanya pertumbuhannya, tapi inklusivitasnya. Upaya ini yang harus dilakukan," kata Firman.
ADVERTISEMENT