Jika Pilpres 2024 Satu Putaran, Investor Dinilai Tak Lagi Wait and See

18 Februari 2024 14:35 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Capres nomor urut 01 Anies Baswedan berbincang dengan capres nomor urut 02 Prabowo Subianto dan capres nomor urut 03 Ganjar Pranowo usai acara Paku Integritas KPK di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (17/1/2024). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Capres nomor urut 01 Anies Baswedan berbincang dengan capres nomor urut 02 Prabowo Subianto dan capres nomor urut 03 Ganjar Pranowo usai acara Paku Integritas KPK di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (17/1/2024). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Proses hitung suara di Pilpres 2024 sedang berlangsung. Data sementara dari KPU dan quick count berbagai lembaga survei menunjukkan paslon nomor urut 02 Prabowo-Gibran menang satu putaran dari kompetitornya, yaitu paslon 01 Anies-Muhaimin dan paslon 03 Ganjar-Mahfud MD.
ADVERTISEMENT
Pilpres 2024 yang berlansung satu putaran dinilai berdampak baik ke ekonomi Indonesia.
“Hasil quick count sudah memberikan sinyal jelas kepada pasar bahwa pemilu berkemungkinan besar hanya satu putaran,” kata Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny Sasmita, kepada kumparan, Minggu (18/2).
Berdasarkan data real count KPU, Minggu (18/2) pukul 11.11 WIB, Prabowo-Gibran unggul 57,95 persen suara, kemudian Anies-Muhaimin 24,48 persen, dan Ganjar-Mahfud MD 17,57 persen. Data real count tersebut baru masuk 66,61 persen.

Dampak Pilpres 2024 Satu Putaran

Ronny mengatakan pilpres satu putaran berdampak pada kejelasan ekonomi ke depan. Artinya, pelaku pasar sudah mendapatkan gambaran jelas bahwa akan ada keberlanjutan berbagai kebijakan yang ada saat ini. Apalagi, sinyal dari quick count memang mengarah ke calon yang menyuarakan isu keberlanjutan.
ADVERTISEMENT
“Secara teknis tentu berarti bahwa para investor yang masih dalam posisi wait and see sebelumnya, saat ini tentu sudah kembali bisa fokus memikirkan rencana riil untuk berinvestasi, baik investasi baru maupun ekspansi usaha,” ungkap Ronny.

Analisis Ekonom soal Kondisi Ekonomi RI Kalau Prabowo Jadi Presiden

Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira, di Hotel Mercure Sabang, Kamis (25/1/2023). Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan
Ekonom sekaligus Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, memberikan gambaran bagaimana kondisi perekonomian Indonesia ketika Prabowo benar-benar memimpin Indonesia.
Pertama, Bhima menganalisa bagaimana wait and see yang dilakukan oleh investor sebelum menggelontorkan modal mereka di Indonesia.
"Jadi kalau lihat hasil quick count yang menang Prabowo-Gibran, ini investor tetap memperhatikan beberapa hal. Pertama apakah ada gugatan bagi mereka yang kalah mereka menggugat di Mahkamah Konstitusi, itu juga jadi salah satu isu," kata Bhima kepada kumparan, Kamis (15/2).
ADVERTISEMENT
Kedua, juga ada faktor terkait kemampuan anggaran di APBN membiayai program kebijakan populis Prabowo-Gibran seperti program makan siang dan susu gratis. Untuk menjalankan program ini dibutuhkan Rp 400 triliun per tahun.
Bhima melanjutkan, jajaran menteri-menteri yang akan menjabat di bidang ekonomi juga bakal disorot investor.
"Melihat koalisi Prabowo ini cukup gemuk dan partai pengusungnya juga cukup banyak, tapi pos-pos penting seperti siapa pengganti Sri Mulyani, siapa pengganti Luhut, dan siapa pengganti pos-pos ekonomi apakah menteri-menteri profesional di era Jokowi akan melanjutkan, atau siapa penggantinya, kredibilitasnya seperti apa. Itu jauh lebih penting di mata investor," kata Bhima.
Bhima menegaskan, menakar ekonomi ke depan misalnya Prabowo terpilih adalah perkara yang kompleks. Dari sisi eksternal juga ada faktor persaingan dengan internasional, pertumbuhan ekonomi global melambat, sampai ekonomi China sebagai mitra dagang Indonesia yang sedang lesu.
ADVERTISEMENT
Bhima menakar bila Prabowo terpilih nanti, isu pertama yang akan diselesaikan pemerintah adalah masalah stabilitas harga pangan.
"Karena masalah stabilitas harga pangan ini bisa terjadi lagi dalam kurun waktu 2025 ke depan. Mengingat memang stok beras itu mengalami penurunan tajam kemudian gula dan pangan lain ini. Juga siapa Menteri Pertanian dan Menteri Perdagangan yang bisa menyelesaikan itu. Itu yang ditunggu pelaku usaha, pelaku pasar," tutur Bhima.