Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Jokowi Heran Banyak Investor Incar Panas Bumi RI, Tapi Urus Izin Sampai 6 Tahun
18 September 2024 10:23 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Presiden Jokowi mengaku heran pengembangan proyek energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia berjalan lambat. Padahal ada 24 ribu mega watt (MW) potensi listrik yang dihasilkan dari tenaga panas bumi atau geothermal.
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikan Jokowi saat membuka Opening Ceremony The 10th Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Rabu (18/9).
"Seingat saya sudah pergi ke 3 lokasi pembangkit listrik tenaga panas bumi yang saya heran saat itu, peluangnya besar, banyak investor yang cari EBT, dan potensinya ada 24 ribu MW, sudah kita kerjakan, tapi kok tidak berjalan secara cepat?" kata Jokowi.
Setelah dicari tahu, seperti disampaikan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, ternyata masalah pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) adalah urus perizinan yang lama. Bisa sampai 5-6 tahun.
Kata dia, tidak semua investor bisa sabar mengurus perizinan hingga 6 tahun. Karena itu, masalah ini harus segera diselesaikan.
ADVERTISEMENT
"Ini yang harus paling cepat dibenahi lebih dulu agar 24 ribu MW yang baru dikerjakan baru 11 persen, itu bisa segera dikerjakan oleh para investor sehingga kita bisa memiliki tambahan listrik hijau yang lebih banyak," terangnya.
Jokowi berharap PLTP bisa berkembang lebih cepat lagi karena energi panas bumi terbilang lebih stabil dibandingkan sumber EBT lainnya seperti matahari/surya atau angin yang bergantung pada cuaca.
Saat ini PLTP dikembangkan oleh Pertamina lewat anak usahanya PT Pertamina Geothermal Energi (PGE), PLN, Geo Dipa Energi, dan swasta.
Keberhasilan PLTP juga menurut dia jadi indikator Indonesia yang selama ini berkomitmen menuju ke ekonomi hijau dan transisi energi meskipun tidak mudah bagi negara berkembang seperti Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Di pemerintahan negara berkembang dihadapkan pada keterjangkauan hari ini dan keadilan akses bagi masyarakat, pemanfaatan teknologi yang kurang terbuka. Saya tidak paham. Dunia usaha pasti punya pertimbangan baik masalah peruntungan, dan lain-lain. Inilah yang harus dipikirkan bersama," ujarnya.