Jokowi Mau Lengser 2024, Bagaimana Nasib Proyek Kilang Pertamina?

30 Januari 2023 21:09 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kilang LNG Badak di Bontang, Kalimantan Timur, yang dikunjungi Dirut Pertamina Nicke Widyawati, Selasa (6/12/2022).  Foto: Dok. Pertamina
zoom-in-whitePerbesar
Kilang LNG Badak di Bontang, Kalimantan Timur, yang dikunjungi Dirut Pertamina Nicke Widyawati, Selasa (6/12/2022). Foto: Dok. Pertamina
ADVERTISEMENT
Menjelang rampungnya masa jabatan Presiden Jokowi masih banyak proyek kilang yang masuk ke dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) masih belum rampung.
ADVERTISEMENT
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji, mengatakan sulitnya menyelesaikan proyek kilang yakni terkendala di masalah pencairan investor.
Tidak terkecuali di beberapa proyek kilang milik PT Pertamina (Persero), seperti proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) Balongan, RDMP Balikpapan, dan Grass Root Refinery (GRR) Tuban.
"Kilang ini kan kompleks pembangunannya tetapi margin keuntungannya itu jelas dan tidak besar dibanding dari yang hulu. Di hulu itu ada keuntungannya besar, di kilang ini harus jelas marginnya berapa," ujarnya saat konferensi pers, Senin (30/1).
Dirjen Migas Tutuka Ariadji di International Convention Oil and Gas of Indonesia Upstream Oil and Gas 2022 (IOG 2022) di Nusa Dua, Bali, Rabu (23/11/2022). Foto: Ema Fitriyani/kumparan
Tutuka melanjutkan, biaya yang dibutuhkan untuk proyek kilang di Indonesia sangat besar. Hal tersebut membuat para investor tidak tertarik karena keuntungannya juga tidak besar.
Dia mencontohkan, proyek RDMP Balongan yang progresnya masih 99 persen ini memakan investasi hingga USD 67,9 juta. Sementara investasi RDMP Balikpapan yang saat ini dalam fase konstruksi dengan progres hampir 60 persen, mencapai USD 7,24 miliar.
ADVERTISEMENT
"Yang paling gede kan GRR Tuban, waktunya lama, bangunnya lama perlu investasi yang besar dan investor yang kuat kalau tadi beberapa daerah perlu infrastruktur dengan kementerian lain," jelas Tutuka.
Tutuka menambahkan, penyelesaian GRR Tuban paling berat dan lama lantaran proyek ini membutuhkan infrastruktur penunjang di luar kewenangan Kementerian ESDM, seperti jalan tol dan jalur kereta api.
"Pengangkutan produk harus diangkut kalau tidak ada jalan tol lama tidak ekonomis. Kereta api juga, banyak hal diperlukan infrastruktur dan fasilitas di luar Kementerian ESDM, itu yang membuat lama," ungkap dia.
Selain itu, dia juga berkata ada hal-hal lain yang wajar membuat proyek kilang sempat tertunda. Namun, dia memastikan tidak ada pengaruh pergeseran politik ihwal penyelesaian proyek tersebut.
ADVERTISEMENT
"Pengaruh pergeseran politik saya kira tidak ada sampai saat ini," ujar Tutuka.
Tutuka pun memastikan pemerintah memonitor perkembangan proyek-proyek kilang kebanggaan Jokowi tersebut. Meski begitu, dia ingin Pertamina dan juga badan usaha lain lebih proaktif menggaet calon investor.
"Kami melihat Pertamina bisa proaktif mencari partner supaya ini cepat selesai, tidak tergantung pada pembiayaan sendiri yang mungkin lama," tegas dia.