Jokowi Mau Perpanjang Restrukturisasi Kredit COVID-19, Ini Kata Dirut BNI

6 Juli 2024 12:00 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana Launching aplikasi Wondr by BNI di Menara BNI, Jakarta, Jumat (5/7/2024). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana Launching aplikasi Wondr by BNI di Menara BNI, Jakarta, Jumat (5/7/2024). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) atau BNI, Royke Tumilaar buka suara soal rencana Presiden Joko Widodo yang ingin memperpanjang restrukturisasi kredit COVID-19. Program ini sebelumnya telah berakhir pada 31 Maret 2024 seiring selesainya pandemi.
ADVERTISEMENT
Royke memandang pemerintah pasti memiliki alasan tertentu yang menjadi pertimbangan untuk memperpanjang program restrukturisasi kredit bagi terdampak COVID-19.
“Saya nggak tahu kebutuhannya bagaimana, tapi pemerintah kan pasti punya pertimbangan,” kata Royke di Menara BNI, Jakarta, Jumat (5/7).
Meski demikian, Royke menuturkan sebenarnya BNI telah memiliki kesiapan jika pemerintah mengakhiri program ini sesuai dengan waktu yang sebelumnya ditentukan.
Direktur Utama BNI Royke Tumilaar usai acara launching Wondr by BNI di Menara BNI, Jakarta, Jumat (5/7/2024). Foto: Widya Islamiati/kumparan
“Karena kalau urusan COVID-19 kan sebenernya sudah lewat ya, sebenernya kan harusnya kan enggak. Kalau kami sih sebenernya kan dari awal sudah bilang, sudah siap relaksasi dicopot, ya kami sudah siap,” tambah Royke.
Adapun permintaan diundurnya restrukturisasi kredit COVID-19 diungkapkan Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai sidang kabinet paripurna di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Senin (24/6).
ADVERTISEMENT
"Tadi ada arahan Bapak Presiden bahwa kredit restrukturisasi akibat daripada COVID-19 itu yang seharusnya jatuh tempo pada bulan Maret 2024 ini diusulkan ke OJK nanti melalui KSSK dan Gubernur BI untuk mundur (berakhirnya) sampai dengan 2025," ungkap Airlangga.
Airlangga menilai kebijakan tersebut bisa mengurangi perbankan mencadangkan kerugian karena Kredit Usaha Rakyat (KUR).
"Kalau kita lihat outstanding-nya sudah turun banyak. Di Oktober 2020 ada Rp 830 triliun dan Maret sudah turun ke Rp 228,2 triliun," ujar Airlangga.