Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.102.1
Jokowi Minta Restrukturisasi Kredit COVID-19 Diperpanjang Sampai 2025
24 Juni 2024 15:55 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Selama empat tahun implementasi, pemanfaatan stimulus restrukturisasi kredit ini telah mencapai Rp 830,2 triliun, yang diberikan kepada 6,68 juta debitur.
Permintaan diundurnya restrukturisasi kredit COVID-19 diungkapkan Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai sidang kabinet paripurna di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Senin (24/6).
"Tadi ada arahan Bapak Presiden bahwa kredit restrukturisasi akibat daripada COVID-19 itu yang seharusnya jatuh tempo pada bulan Maret 2024 ini diusulkan ke OJK nanti melalui KSSK dan Gubernur BI untuk mundur (berakhirnya) sampai dengan 2025," ungkap Airlangga.
Airlangga menilai kebijakan tersebut bisa mengurangi perbankan mencadangkan kerugian karena Kredit Usaha Rakyat (KUR).
"Kalau kita lihat outstandingnya sudah turun banyak. Di Oktober 2020 ada Rp 830 triliun dan Maret sudah turun ke Rp 228,2 triliun," ujar Airlangga.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan industri perbankan telah siap menghadapi berakhirnya kebijakan stimulus restrukturisasi kredit perbankan untuk dampak COVID-19 pada 31 Maret 2024.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, mengatakan berakhirnya kebijakan tersebut konsisten dengan pencabutan status pandemi COVID-19 oleh pemerintah pada Juni 2023, serta mempertimbangkan perekonomian Indonesia yang telah pulih dari dampak pandemi, termasuk kondisi sektor riil.
"Stimulus restrukturisasi kredit merupakan bagian dari kebijakan countercyclical dan merupakan kebijakan yang sangat penting (landmark policy) dalam menopang kinerja debitur, perbankan, dan perekonomian secara umum untuk melewati periode pandemi," ujar Mahendra dalam keterangan resmi, Minggu (31/3).
OJK menilai kondisi perbankan Indonesia saat ini memiliki daya tahan yang kuat dalam menghadapi dinamika perekonomian dengan didukung oleh tingkat permodalan yang kuat, likuiditas yang memadai, dan manajemen risiko yang baik.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengatakan pihaknya telah mempertimbangkan seluruh aspek secara mendalam yaitu dengan melihat kesiapan industri perbankan, kondisi ekonomi secara makro dan sektoral, serta menjaga kepatuhan terhadap standar internasional.
"Berdasarkan evaluasi dan laporan uji ketahanan perbankan menjelang berakhirnya stimulus, potensi kenaikan risiko kredit atau non performing loan (NPL) dan ketahanan perbankan diproyeksikan masih terjaga dengan sangat baik," katanya.
Menurut Dian, outstanding kredit restrukturisasi COVID-19 perbankan terus mengalami penurunan, namun tingkat pencadangan (CKPN) yang dibentuk bank terus meningkat, melebihi periode sebelum pandemi.
"Kondisi ini merupakan cerminan kesiapan perbankan yang dinilai telah kembali pada kondisi normal secara terkendali (soft landing) mengakhiri periode stimulus," ungkap Dian.
ADVERTISEMENT
Untuk memastikan kelancaran normalisasi kebijakan tersebut, Dian menegaskan bank tetap dapat melanjutkan restrukturisasi kredit COVID-19 yang sudah berjalan. Sedangkan permintaan restrukturisasi kredit baru dapat dilakukan dengan mengacu pada kebijakan normal yang berlaku yaitu POJK No. 40/2019 tentang Kualitas Aset.
Dengan demikian, integritas laporan keuangan perbankan diharapkan akan semakin baik dan dapat sepenuhnya mengacu pada praktik terbaik yang berlaku standar keuangan.
"Seiring dengan hal tersebut, OJK senantiasa melakukan langkah pengawasan (supervisory action) untuk memastikan kesiapan setiap bank secara individu," ujar Dian.