Kades Jadi Anggota Satgas Anti Mafia Tanah Proyek Tol Yogya - Solo

4 Desember 2019 20:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pekerja beraktivitas di lokasi proyek pembangunan Jalan Tol Serang-Panimbang di Desa Cibadak, Lebak, Banten, Senin (28/10/2019). Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja beraktivitas di lokasi proyek pembangunan Jalan Tol Serang-Panimbang di Desa Cibadak, Lebak, Banten, Senin (28/10/2019). Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas
ADVERTISEMENT
Proyek jalan tol Yogya-Solo sepanjang 22,36 kilometer akan dimulai 2020 mendatang. Pemerintah Daerah (Pemda) DI Yogyakarta pun sudah memulai sosialisasi perdana dengan warga terdampak di Desa Bokoharjo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, Rabu (4/12).
ADVERTISEMENT
Dalam pertemuan itu, Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (PTR) DIY menunjuk kepala desa sebagai Satgas A yang bertugas untuk mencegah makelar tanah atau penjualan bawah tangan. Selain itu Satgas A juga bertugas untuk validasi data pemilik tanah yang terdampak.
"Pembentukannya dari tim desa juga dari satker jalan tol turun ke situ. Nanti untuk mengantisipasi semua. Nanti juga kita identifikasi. Tadi kan dari ini kan sudah menutup transaksi pertanahan yang ada di Bokoharjo. Terutama yang kena jalan tol ini. Dari depan sudah konsisten untuk menutup transaksi dari daerah yang kena jalan tol tadi," kata Dody Herianto Kepala Desa Bokoharjo.
Lanjut Dody komposisi Satgas A atau tim lapangan ini terdiri dari kepala desa dan dukuh. Dengan validasi maka akan menghasilkan data yang akurat soal kepemilikan tanah. Hal itu juga akan memudahkan pengawasan makelar.
ADVERTISEMENT
"(Kalau ada makelar) nanti bisa dilihat dari transaksi itu. Punya siapa-siapa itu kan dari desa bisa kelihatan. Transaksi ini loncat di mana. Itu kan sudah teridentifikasi ke mana by name-nya. Itu kalau sudah berpindah tangan nanti bisa lapor. Ini kan tanah sudah dikunci," ujar dia.
Di desanya itu ada 165 bidang tanah yang terdampak yang termasuk di dalamnya ada 93 rumah. Selain itu enam tanah kas desa (atau) TKD juga terdampak pembangunan jalan tol.
"Lebar tanah kas desa belum terinci. Datanya belum valid. Ini masih gambaran di sini," ujar dia.
Foto aerial proyek pembangunan jalan Tol Balikpapan-Samarinda yang melintasi wilayah Samboja di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (PTR) DIY, Krido Suprayitno meminta kepada warga untuk tidak memutasi tanah atau menjual tanah di bawah tanah. Jika dilakukan hal itu maka dikhawatirkan akan terjadi kendala ketika saat pemberkasan dan pembayaran.
ADVERTISEMENT
"Kendalikan mutasi tanah. Ada (warga) yang tanya tanah masih letter c saya bilang tidak perlu karena haknya sama nanti diukur ulang. (Warga tanya) sudah ada sertifikat tapi atas nama pemilik nama, saya jawab tidak perlu balik nama cukup kerelaan pemilik lama ke pemilik baru nanti rekeningnya atas nama pemilik baru yang disahkan oleh kelurahan sehingga tidak terjadi mutasi sporadis," ujar dia.
Pihaknya juga memberi pemahaman agar pemilik tanah tidak dengan mudah menjual tanahnya karena saat ini lokasi jalan tol sudah pasti.
"Mengimbau kepada pemilik tanah agar tidak mudah melepaskan atau menjual tanah karena pada saatnya akan terjadi transaksi. Kalau terjadi penjualan di bawah tangan itu yang menjadi kendala. Mengimbau kepada masyarakat idak mudah mutasi tanah berupa jual tanah apalagi di bawah tangan karena akan merepotkan ketika pemberkasan," pungkas Krido.
ADVERTISEMENT