Kadin Minta Pemerintah Lindungi Industri RI dari Serbuan Barang Impor

25 Juli 2024 14:40 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas berada di atas peti kemas saat bongkar muat di Pelabuhan Agats, Asmat, Papua, Rabu (30/6/2021). Foto: Puspa Perwitasari/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Petugas berada di atas peti kemas saat bongkar muat di Pelabuhan Agats, Asmat, Papua, Rabu (30/6/2021). Foto: Puspa Perwitasari/Antara Foto
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta pemerintah untuk melindungi industri dalam negeri dari serbuan barang impor. Jika barang impor murah terus membanjiri RI, dikhawatirkan akan berimbas pada menurunnya kontribusi manufaktur terhadap pertumbuhan ekonomi RI.
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua Umum Bidang Perindustrian Kadin, Bobby Gafur Umar, mengatakan bahwa penurunan kontribusi manufaktur berimbas ke berbagai industri, seperti alas kaki, tekstil, petrokimia, hingga ban. Tak hanya itu, industri padat karya yang mengandalkan ekspor seperti alas kaki dan furnitur mengalami tekanan berat.
"Market global sedang terkontraksi panjang, dengan perang Israel-Palestina dan Rusia-Ukraina yang belum selesai, serta suku bunga The Fed yang tinggi," kata Bobby dalam keterangannya, Kamis (25/7).
Ia melanjutkan, permintaan pasar ekspor yang menurun drastis berdampak negatif pada kinerja industri domestik. Sebagai contoh, keramik China tidak bisa masuk ke Amerika karena tarif bea masuk yang tinggi, sehingga Amerika mengimpor dari India. Situasi ini menambah tekanan pada industri keramik Indonesia, yang meski mendapatkan perlindungan dari kebijakan antidumping Kadin, tetap harus bersaing dengan produk impor yang membanjiri pasar domestik.
Wakil Ketua Umum Bidang Perindustrian Kadin, Bobby Gafur Umar, usai konferensi pers pada Rabu (10/1/2024). Foto: Ghinaa Rahmatika/kumparan
Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah mengeluarkan peraturan untuk mendukung industri dalam negeri. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor yang kemudian direvisi menjadi Permendag Nomor 8 Tahun 2024.
ADVERTISEMENT
Belakangan, Permendag Nomor 8 mendapat banyak kritikan dari pelaku usaha dan menilai Permendag Nomor 36 merupakan yang aturan paling ideal bagi industri dalam negeri.
"Sekarang pasar domestik masih bagus tumbuh 5 persen, tahun lalu. Dan semester pertama meskipun ritel terkena, tapi industri kita secara umum 16 persen pendukung PDB," kata Bobby.
Namun, Bobby menyoroti adanya ketidaksiapan antarlembaga pemerintah yang mengakibatkan banyak kontainer tertahan dan satgas impor yang tidak efektif. Menurutnya, kalau industri RI sampai terkena serbuan impor, tentu ada efek yang besar pada pertumbuhan ekonomi secara makro.
"Pemerintah harus menyadari bahwa industri strategis seperti petrokimia dan tekstil perlu dilindungi dengan kebijakan yang jelas dan koordinasi antar lembaga yang baik. Kita harus melindungi pasar dalam negeri dengan kebijakan yang mendukung ekosistem industri dari rantai pasok hingga kebijakan teknis," tegas Bobby.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo untuk memberlakukan kembali Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023. Peraturan tersebut direvisi dengan Permendag 8 Tahun 2024, namun justru membuat pelaku industri dalam negeri kelabakan menghadapi serbuan barang-barang impor.
Menurut pandangan Menperin, Permendag No. 36 itu merupakan yang paling ideal. “Permendag 36 ini dalamnya ada Pertimbangan Teknis (Pertek) yang mengatur lalu lintas untuk mengontrol barang-barang impor dalam rangka melindungi industri dalam negeri,” jelas Agus saat memberikan sambutan di acara peluncuran Peraturan Pemerintahan Nomor 20 Tahun 2024.
Agus menambahkan, banyak asosiasi dan pelaku industri yang telah menyampaikan secara resmi kepada Menperin bahwa isi Permendag 8/2024 dianggap dapat mematikan industri dalam negeri, karena akan sangat kesulitan bersaing menghadapi gempuran barang-barang impor yang harganya sangat-sangat murah.
ADVERTISEMENT