Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Kalah Saing dengan Pertamini, Pertashop Minta Pembeli Pertalite Segera Dibatasi
10 Juli 2023 15:38 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Sekretaris Paguyuban Pengusaha Pertashop Jateng dan DIY, Gunadi Broto Sudarmo, mengatakan para pengusaha berada di ambang kebangkrutan karena perbedaan atau disparitas harga antara Pertamax dan Pertalite yang cukup jauh.
Gunadi menjelaskan, akibat konflik geopolitik Rusia dan Ukraina, harga BBM nonsubsidi terus melonjak, berbeda dengan harga Pertalite yang tidak kunjung berubah sebesar Rp 10 ribu per liter dan Solar Rp 6.800 per liter.
"Dengan disparitas ini, permohonan kami untuk evaluasi mengenai dan monitoring penyaluran Pertalite di pengecer. Tolong Bapak, Ibu, kami ingin segera sahkan revisi Perpres No 191 tahun 2014," ucap Gunadi saat rapat dengan Komisi VII DPR, Senin (10/7).
Gunadi menambahkan, para pengecer ilegal masih bebas menjual-belikan Pertalite karena belum ada regulasi tegas untuk membatasi kriteria pembeli. Berbeda dengan Solar Subsidi yang sudah lebih dulu diatur.
ADVERTISEMENT
"Sampai sekarang belum ada ketentuan mengenai Pertalite secara detail, beda dengan produk seperti solar siapa saja konsumennya sudah tertata, tapi untuk Pertalite belum," tuturnya.
"Masih banyak yang sebenarnya tidak menggunakan Pertalite seperti pelat merah, BUMN, BUMD, TNI/Polri ternyata masih ditemukan menggunakan BBM jenis Pertalite," sambung Gunadi.
Disparitas harga ini membuat penjualan Pertashop semakin tergerus. Gunadi memaparkan selama Januari-Maret 2022, rata-rata penjualan Pertashop 34 ribu liter per bulan dengan harga Pertamax Rp 9 ribu per liter. Namun pada Mei 2023, dengan harga Pertamax Rp 13.000 per liter, rata-rata penjualan hanya 14 ribu liter per bulan.
Kondisi ini membuat para pengecer lebih laku karena menjual BBM subsidi secara ilegal. Selain lebih laku, menurut dia, pengecer biasanya menetapkan margin atau keuntungan lebih tinggi mencapai Rp 2.000-2.500 per liter, sementara Pertashop sudah dipatok hanya Rp 850 per liter.
ADVERTISEMENT
"Omzet kami menurun drastis hingga 90 persen. Usaha Pertashop tidak memperoleh keuntungan, justru merugi. Dari 448 Pertashop, itu ada 201 yang rugi, Pertashop tutup merasa terancam, untuk disita asetnya karena tidak sanggup untuk angsuran bulannya ke bank yang bersangkutan," ungkap Gunadi.