Kaleidoskop 2024: Dinamika Inflasi Indonesia, Deflasi 5 Bulan Beruntun

26 Desember 2024 14:37 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pedagang menuang beras eceran yang dijual di salah satu kios di Pasar Minggu, Jakarta, Senin (3/6/2024). Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Pedagang menuang beras eceran yang dijual di salah satu kios di Pasar Minggu, Jakarta, Senin (3/6/2024). Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Tahun 2024 mencatat perjalanan menarik dalam dinamika inflasi Indonesia. Pemerintah, melalui Undang-undang Nomor 19 Tahun 2023 tentang APBN 2024 menargetkan inflasi berada di kisaran 2,8 persen.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), laju inflasi mengalami fluktuasi yang signifikan sepanjang tahun, dengan puncak inflasi terjadi pada April sebesar 4,98 persen secara tahunan (year on year/yoy). Diikuti oleh periode deflasi selama lima bulan berturut-turut dari Mei hingga September.

Inflasi Stabil di Awal Tahun 2024

Inflasi pada awal tahun terpantau relatif stabil. Pada Januari, inflasi yoy tercatat sebesar 2,57 persen, dengan kontribusi utama berasal dari kelompok makanan, minuman, dan tembakau yang mengalami kenaikan sebesar 5,84 persen. Tren ini berlanjut pada Februari inflasi tercatat 2,75 persen yoy dan Maret 3,05 persen yoy, menunjukkan tekanan inflasi yang tetap terkendali.
Namun, pada April, inflasi melonjak signifikan hingga mencapai 4,98 persen yoy. Angka tertinggi sepanjang tahun.
Kenaikan ini didorong oleh peningkatan harga pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau sebesar 7,43 persen serta kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran sebesar 2,51 persen.
ADVERTISEMENT

Deflasi 5 Bulan Beruntun di 2024

Situasi berubah pada Mei 2024, saat tercatat deflasi sebesar 0,03 persen secara bulanan (month-to-month/mtm). Tren ini berlanjut hingga September, menjadikan deflasi terjadi selama lima bulan berturut-turut.
Pada Juni 2024, deflasi Indonesia semakin dalam dan menyentuh 0,08 persen mtm. Puncaknya, pada Juli 2024 deflasi mencapai 0,18 persen mtm.
Sejumlah warga melakukan aktivitas di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Senin (5/2/2024). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
BPS mencatat deflasi mulai membaik pada Agustus 2024, yakni kembali ke level 0,03 persen secara bulanan. Namun, tingkat deflasi di Indonesia kembali memburuk ke posisi 0,12 persen mtm pada September 2024.
Deflasi ini sebagian besar dipengaruhi oleh penurunan indeks pada kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan, yang turun hingga 0,28 persen selama beberapa bulan berturut-turut.
Di sisi lain, kenaikan harga tetap terjadi pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau meski dengan laju yang lebih lambat dibanding awal tahun.
ADVERTISEMENT

Akhir Tahun: Stabilitas Inflasi

Tren deflasi berhenti di September 2024. Memasuki Oktober, tren inflasi kembali menguat dengan tingkat inflasi yoy sebesar 1,71 persen. Angka ini terus meningkat hingga November, dengan inflasi yoy sebesar 1,55 persen dan inflasi bulanan sebesar 0,30 persen.
Faktor utama pendorong inflasi di akhir tahun adalah kenaikan pada kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya, yang mencapai 7,26 persen pada November, tertinggi di antara semua kelompok pengeluaran.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan keterangan pers APBN KiTa di Jakarta, Rabu (11/12/2024). Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO
Menteri Keuangan Sri Mulyani daya beli masyarakat masih ada dalam level yang stabil dan tinggi, meski deflasi terjadi lima bulan beruntun. Tercermin dari beberapa indikator seperti keyakinan konsumen, kepercayaan konsumen, hingga dari sisi retail.
"Apakah indeks kepercayaan konsumen, konsumen confidence, atau indeks retail, atau indeks purchasing mereka, pembelian mereka, kita melihat masih pada level yang stabil dan tinggi. Artinya tidak ada koreksi yang tajam tiba-tiba menurun tajam," ungkap Sri Mulyani di kantornya beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, jika dilihat dari persepsi kelas menengah, maka tren pada kelompok tersebut harus didata. Sri Mulyani menyebut saat ini ada sebagian dari kelompok kelas menengah turun ke kelompok rentan.
"Ada sebagian kelas menengah yang turun kepada kelompok yang rentan, tapi dari kelompok miskin ada yang naik, masuk kepada kelompok yang menjadi aspiring middle. Jadi dalam hal ini kita melihat adanya dua indikator, yang miskin naik, tapi yang kelas menengah turun," ungkap Sri Mulyani.
Sri Mulyani menuturkan turunnya masyarakat kelas menengah ini dipicu oleh inflasi. Ia mengatakan, inflasi yang tinggi telah membuat garis kemiskinan ikut naik.
"Namun kita tetap mendengar ya dalam hal ini, umpamanya terjadinya PHK di satu tempat, tapi disisi lain ada job creation. Menurut statistik 11 juta lebih dalam 3 tahun terakhir, angkatan kerja baru atau lapangan kerja baru terbuka," tutur Sri Mulyani.
ADVERTISEMENT