Kaleidoskop Ekonomi Indonesia 2020: Optimisme Berujung Resesi

26 Desember 2020 19:16 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pertumbuhan Ekonomi Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pertumbuhan Ekonomi Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah di awal tahun ini optimistis pertumbuhan ekonomi bisa meningkat hingga 5,3 persen. Hal ini diproyeksikan dengan meredanya eskalasi perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China, yang diharapkan dapat mendukung ekspor-impor di Tanah Air.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, masuknya COVID-19 ke Indonesia untuk pertama kalinya pada awal Maret 2020 membuat seluruh target perekonomian berubah. Defisit APBN yang semula ditargetkan 1,76 persen, kini dipatok 6,34 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Untuk lebih jelasnya, berikut kumparan sajikan beberapa kejadian penting terkait ekonomi di 2020:

Perppu Nomor 1 Tahun 2020

Presiden Jokowi di akhir Maret 2020 mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 sebagai respons terhadap tekanan yang akan dialami keuangan negara.
Beleid tersebut merupakan landasan hukum dalam mengatasi kondisi kegentingan saat pandemi, yang memaksa pemerintah mengambil langkah antisipatif untuk mencegah destruksi COVID-19 yang lebih tinggi.
Presiden Joko Widodo. Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden
Dengan adanya beleid tersebut, pemerintah juga lebih leluasa untuk memperlebar defisit anggaran, dari yang semula dibatasi hanya maksimal 3 persen, kini bisa di atas 3 persen hingga 2023.
ADVERTISEMENT
Defisit APBN tahun ini diperkirakan akan mencapai 6,34 persen dari PDB atau melebar ke Rp 1.039,2 triliun, dari semula ditargetkan Rp 307,2 triliun atau 1,76 persen dari PDB.
Perppu No. 1/2020 itu juga meliputi kebijakan sektor keuangan, seperti perluasan kewenangan Komite Stabilitas Sektor Keuangan dan ruang lingkup rapat KSSK; penguatan kewenangan Bank Indonesia, serta penguatan kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dan Lembaga Penjamin Simpanan untuk mencegah risiko yang membahayakan stabilitas sistem keuangan.
Perppu itu kemudian disahkan menjadi Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19 dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang.
ADVERTISEMENT

Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)

Semula pada awal April, pemerintah menganggarkan dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) sebesar Rp 150 triliun, kemudian mengalami penyesuaian pada pertengahan Mei menjadi Rp 405 triliun, dan pada akhir Mei direkapitulasi dana untuk pemulihan ekonomi nasional sebesar Rp 641 triliun.
Seiring dengan kasus COVID-19 yang masih tinggi, pemerintah kemudian menetapkan dana PEN saat ini sebesar Rp 695,2 triliun.
Alokasi anggaran kesehatan disiapkan sebesar Rp 97,9 triliun, perlindungan sosial Rp 233,69 triliun, sektoral kementerian dan lembaga dan Pemda Rp 65,97 triliun.
Dukungan UMKM sebesar Rp 115,82 triliun, insentif usaha Rp 120,6 triliun, dan pembiayaan korporasi Rp 61,2 triliun.

Indonesia Naik Kelas

Kabar positif akhirnya muncul di tengah pandemi. Bank Dunia menaikkan kelas Indonesia dari negara berpendapatan menengah bawah (lower-middle income country) menjadi negara berpendapatan menengah atas (upper-middle income country).
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikan Bank Dunia di laman resminya pada 1 Juli 2020. Lembaga internasional itu menilai Gross National Income (GNI) Indonesia mengalami kenaikan. GNI adalah Produk Domestik Bruto (PDB) ditambah pendapatan yang dibayarkan dari negara lain, seperti bunga dan dividen.
Ilustrasi Uang Rupiah. Foto: Getty Images
Berdasarkan laman resmi Bank Dunia, GNI per kapita Indonesia naik menjadi USD 4.050, dari sebelumnya USD 3.840.
Dengan demikian, kini Indonesia sejajar dengan negara-negara berpendapatan menengah atas lainnya, seperti Thailand, Malaysia, dan China. Adapun GNI per kapita Thailand adalah USD 7.260, Malaysia USD 11.200, dan China USD 10.410.
Untuk tahun fiskal saat ini dan 2021, Bank Dunia juga menaikkan ambang batas (threshold) GNI per kapita. Untuk negara berpendapatan rendah (lower income) GNI per kapitanya adalah kurang dari USD 1.036, naik dari sebelumnya di bawah USD 1.026.
ADVERTISEMENT

Resesi

Pada Juli, Menteri Keuangan Sri Mulyani masih optimistis Indonesia tak akan mengalami resesi tahun ini. Meskipun sejumlah negara tetangga sudah mengumumkan terlebih dulu adanya resesi dan Bank Dunia memproyeksi dunia tak akan bisa menghindari resesi.
Saat itu, pertumbuhan ekonomi di kuartal II sudah minus 5,32 persen, dari kuartal sebelumnya positif 2,97 persen.
Sri Mulyani saat itu masih pede ekonomi kuartal III akan tumbuh positif yakni 0,4 persen. Sedangkan pada kuartal IV tumbuh 3 persen.
“Jika ini terealisasi, pertumbuhan ekonomi kita secara seluruh tahun (2020) akan bisa tetap di zona positif. Ekonomi kita bisa tumbuh positif di atas nol persen tahun 2020 ini,” ujar Sri Mulyani saat jumpa pers usai Rapat Terbatas dengan Presiden, Selasa (28/7).
ADVERTISEMENT
Namun pada 5 November, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan ekonomi kuartal III minus 3,49 persen. Pemerintah pun menilai perekonomian mulai pulih dan ekonomi diperkirakan tumbuh positif di kuartal IV.
Selang sebulan kemudian, Sri Mulyani kembali merevisi proyeksinya. Ia memperkirakan pertumbuhan ekonomi minus 2,9 persen hingga minus 0,9 persen di kuartal IV, dari semula bisa mencapai nol persen.

Pengangguran Naik

Akibat pandemi corona, angka pengangguran pun melesat di tahun ini. BPS mencatat jumlah pengangguran bertambah 2,67 juta orang menjadi 9,77 juta orang pada Agustus 2020.
Adapun dari jumlah orang yang bekerja pada periode itu, 82,02 juta orangnya pekerja penuh. Catatan tersebut turun 9,46 juta orang dari Agustus 2019. Sedangkan pekerja paruh waktu dan setengah menganggur naik.
Potret kemiskinan di Indonesia. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Untuk pekerja paruh waktu naik hingga 4,32 juta orang menjadi 33,34 juta orang. Sedangkan setengah penganggur naik 4,83 juta orang dari Agustus 2019 menjadi 13,09 juta orang pada Agustus 2020.
ADVERTISEMENT
Tingkat pengangguran terbuka pada Agustus 2020 melonjak menjadi 7,07 persen. Sebelumnya pada Agustus 2019 hanya 5,23 persen dan pada Agustus 2018 sebesar 5,3 persen.
Selain itu, penduduk usia kerja yang langsung terdampak COVID-19 mencapai 29,12 juta orang. Secara rinci, 2,56 juta orang pengangguran karena COVID-19 dan sebanyak 760 ribu orang bukan angkatan kerja karena COVID-19.
Sebanyak 1,77 juta orang sementara tidak bekerja karena COVID-19 dan 24,03 juta orang merupakan bekerja dengan pengurangan jam kerja karena COVID-19.

Berbagai Cara Genjot Penerimaan

Pemerintah berpikir keras di tengah pandemi ini untuk menggenjot penerimaan negara. Berbagai cara dilakukan untuk menambah pundi-pundi negara, mulai dari penerapan pajak digital, bea meterai, hingga kenaikan tarif cukai rokok.
ADVERTISEMENT
Untuk pajak digital, Sri Mulyani mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen pada perusahaan yang melakukan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) di Indonesia. Hingga saat ini, sudah ada 46 perusahaan yang dikenakan pajak digital tersebut.
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48 Tahun 2020, yang merupakan aturan turunan dari Perppu Nomor 1 Tahun 2020.
Perusahaan-perusahaan itu memenuhi kriteria untuk dikenakan PPN di Indonesia, salah satunya karena penjualannya di Tanah Air mencapai Rp 600 juta setahun atau Rp 50 juta per bulan.
Selanjutnya, pemerintah juga menaikkan bea meterai menjadi tarif tunggal hanya Rp 10.000 mulai 1 Januari 2021. Adapun saat ini, bea meterai masih berlaku Rp 3.000 dan Rp 6.000.
ADVERTISEMENT
Kenaikan bea meterai tersebut setelah DPR RI mengesahkan Undang-Undang Bea Meterai pada Selasa (28/9), menggantikan beleid bea meterai sebelumnya dalam UU Nomor 13 Tahun 1985. Dalam aturan yang baru, bea meterai juga akan dikenakan pada transaksi elektronik.
Namun beberapa hari yang lalu, bea meterai ini menuai polemik. Di media sosial ramai pengenaan bea meterai juga berlaku di pasar modal pada setiap trade confirmation (TC). Hal tersebut dinilai memberatkan investor dalam negeri.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati. Foto: HO-Kementerian Keuangan/Antara
Menanggapi hal tersebut, Sri Mulyani akhirnya memastikan setiap transaksi jual beli saham tidak dikenakan bea meterai Rp 10.000. Dalam bursa saham, bea meterai akan dikenakan atas konfirmasi perdagangan yang merupakan dokumen elektronik diterbitkan periodik, yaitu harian atas keseluruhan transaksi jual beli.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Sri Mulyani juga memastikan bea meterai elektronik belum akan diberlakukan pada Januari 2021. Hal ini karena infrastrukturnya yang juga belum mendukung.
Terakhir, Sri Mulyani menaikkan tarif cukai rokok untuk 2021 menjadi 12,5 persen. Namun untuk Sigaret Kretek Tangan (SKT) tidak mengalami kenaikan. Keputusan ini berlaku mulai 1 Februari 2020.