news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Kapal Pencemar Limbah di Batam Akan Dicabut Izin Berlayarnya

4 Oktober 2019 11:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kapal MV Nika (kiri) diamankan Satgas 115 di Dermaga Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Batam, Kepulauan Riau. Foto: ANTARA FOTO/M N Kanwa
zoom-in-whitePerbesar
Kapal MV Nika (kiri) diamankan Satgas 115 di Dermaga Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Batam, Kepulauan Riau. Foto: ANTARA FOTO/M N Kanwa
ADVERTISEMENT
Pemerintah akan menindak tegas para kapal pembuang limbah yang menyebabkan pencemaran di perairan Kota Batam dan Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau.
ADVERTISEMENT
Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Brahmantya Satyamurti Poerwadi mengungkap, pihaknya kini sedang membahas soal Standar Operasional Prosedur (SOP) penanganan pencemaran limbah yang seringnya terjadi akibat pembuangan limbah minyak dan oli di malam hari.
Ia mengungkap, penerapan SOP itu sebetulnya telah diterapkan di masing-masing kementerian dan lembaga terkait, namun yang membedakan SOP kali ini terintegrasi satu sama lain.
“SOP-nya kita siapkan dalam bentuk Permenko, multidoor (integrasi) yang terkait termasuk perhubungan, KKP, KLHK. Karena UUD-nya sudah ada semua,” ujar Brahmantya saat ditemui di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (4/10).
Brahmantya Satyamurti dan Djalmo Asmadi. Foto: David Pratama/kumparan
Brahmantya menjelaskan, SOP itu setidaknya akan mulai dari tahap pengawasan di perairan, penggunaan citra satelit untuk pendeteksian hingga proses penangkapan.
ADVERTISEMENT
Panglima Komando Angkatan Armada RI Kawasan Barat (Pangarmabar), Laksamana Muda Yudo Margono menambahkan, kapal yang terbukti melakukan pencemaran minyak nantinya paling berat akan disanksi berupa pencabutan izin pelayaran.
“Paling berat dicabut izinnya, seperti AIS (Automatic Identification System) dia enggak nyalakan AIS maka dicabut izinnya,” kata Yudo.
Selain itu, Yudo melanjutkan kapal nakal itu juga bisa ditindak dengan pengenaan denda. Misalnya saja, kapal yang tak membawa izin berlayar didenda Rp 600 juta.
“Bisa (dikenakan) nakhoda, bisa juga perusahaannya. Tapi yang paling penting itu nakhodanya dulu, baru nanti ke perusahaan. Iya tadi rencananya (mulai berlaku) 1 November 2019),” pungkasnya.