Kasus COVID-19 Melonjak Lagi, RI Terancam Masih Resesi

19 Juni 2021 11:18 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Deretan gedung bertingkat di kawasan Petamburan, Jakarta. Foto: Antara/Aprillio Akbar
zoom-in-whitePerbesar
Deretan gedung bertingkat di kawasan Petamburan, Jakarta. Foto: Antara/Aprillio Akbar
ADVERTISEMENT
Kenaikan kasus COVID-19 yang kembali terjadi menjadi ancaman bagi pemulihan ekonomi. Indonesia terancam masih mengalami resesi, meskipun perekonomian sejak April ini mulai menunjukkan pemulihan.
ADVERTISEMENT
Adapun di kuartal I 2021, Indonesia masih mengalami resesi. Pertumbuhan ekonomi masih terkontraksi atau minus 0,74 persen (year on year/yoy). Namun kontraksinya mengecil jika dibandingkan kuartal sebelumnya yang minus 2,19 persen (yoy).
Ekonom Senior sekaligus Co-Founder Narasi Institute, Fadhil Hasan, meminta pemerintah tidak ragu menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara menyeluruh. Selain itu, pemerintah juga perlu mempercepat vaksinasi.
“Demi pemulihan kesehatan publik, pemerintah sebaiknya menerapkan kembali PSBB dan sekaligus mempercepat vaksinasi,” ujar Fadhil kepada kumparan, Sabtu (19/6).
Menurut dia, lonjakan kasus COVID-19 ulah varian delta akan mengancam pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung. Akibatnya, ekonomi bisa kembali ke zona resesi.
“Varian delta ini seperti kotak pandora, bila kita menyikapinya biasa-biasa saja dan akhirnya terbuka, ancaman resesi dapat terjadi di sepanjang 2021,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, PSBB bisa mencegah kenaikan kasus, meskipun memang menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian nasional. Untuk itu, pemerintah perlu memitigasi kemungkinan ekonomi kembali tumbuh negatif pada kuartal berikutnya.
Meski demikian, Fadhil memproyeksi pertumbuhan ekonomi kuartal II 2021 ini akan positif, berkisar 6-7 persen. Agar kuartal III terus positif, pemerintah harus mempercepat penyaluran bantuan sosial atau bansos.
"Program bantuan sosial perlu dipercepat dan diperluas disertai efektivitas yang lebih baik. Besar kemungkinan, anggaran bantuan sosial dan kesehatan perlu direvisi lagi dengan mempertimbangkan perkembangan kasus lonjakan baru COVID-19,” kata Fadhil.
Warga beraktivitas di rumahnya berlatar belakang hunian bertingkat di kawasan Sunter, Jakarta Utara, Sabtu (9/5/2020). Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Sementara itu, Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah menjelaskan, sejumlah indikator ekonomi pada April-Mei 2022 menunjukkan perbaikan yang signifikan jika dibandingkan periode yang sama di tahun lalu. Mulai dari indeks keyakinan konsumen, penjualan ritel, hingga industri otomotif, juga menunjukkan kenaikan.
ADVERTISEMENT
“Kenaikan kasus COVID-19 terjadinya di bulan Juni sekarang ini, tapi belum direspons dengan pembatasan ekonomi yang sangat ketat. Oleh karena Itu, belum berdampak besar ke ekonomi,” kata Piter.
Dia menuturkan, kalau pun pemerintah langsung memberlakukan pembatasan secara ketat, penurunan ekonomi juga tak akan besar. Ia memproyeksi ekonomi kuartal II tahun ini tumbuh positif sekitar 4 persen.
"Untuk memulihkan ekonomi kuncinya adalah penanggulangan pandemi. Tidak mungkin memulihkan ekonomi apabila kasus COVID-19 terus meningkat," ujarnya.