Ilustrasi Asuransi Jiwasraya

Kasus Gagal Bayar Jiwasraya Mirip Skema Ponzi

27 Desember 2019 21:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Asuransi Jiwasraya. Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Asuransi Jiwasraya. Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
ADVERTISEMENT
Kasus gagal bayar polis nasabah JS Saving Plan dan salah penempatan produk investasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero), menyebabkan potensi kerugian negara hingga Rp 13,7 triliun.
ADVERTISEMENT
Direktur Utama Jiwasraya, Hexana Tri Sasongko, menyebut kasus gagal bayar polis nasabah JS Saving Plan secara tidak langsung seperti skema ponzi alias gali lubang tutup lubang.
"Mungkin awalnya enggak berpikir seperti skema ponzi. Tapi kenyataanya (skema) ponzi," kata dia di Kawasan Kemang, Jakarta, Jumat (27/12).
JS Saving Plan pertama kali diterbitkan Jiwasraya pada 2014, dengan pertimbangannya kebutuhan likuiditas perusahaan bertambah.
Perusahaan menawarkan JS Saving Plan dengan premi tinggi hingga Rp 100 juta dan imbal hasil 7,75 persen hingga 14 persen. Sayangnya, dalam jualan tersebut, Jiwasraya hanya mampu membayar polis (kewajiban pokok dan bunga) ke nasabah hingga September 2018.
Per Oktober 2018, Jiwasraya menyatakan tak sanggup lagi membayar hingga kewajiban tersebut di-roll over sampai saat ini. Perusahaan pun tengah membuat skema pendanaan agar kewajiban polis nasabah, terutama nasabah pensiunan terbayarkan.
ADVERTISEMENT
Skema Ponzi pernah ramai dibicarakan dalam kasus bisnis First Travel. Metode gali lubang tutup lubang yang digunakan First Travel mempermainkan keinginan jemaah untuk bertandang ke tanah suci hanya untuk kepentingan mereka semata.
Skema Ponzi, sederhananya, adalah modus investasi palsu yang menyediakan keuntungan bagi investor dari uang investor gelombang selanjutnya.
Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Hexana Tri Sasongko di Kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Jumat (27/12). Foto: Ema Fitriyani/kumparan
Bikin Rugi, Kenapa OJK Loloskan Produk JS Saving Plan?
Pada akhirnya, produk JS Saving Plan Jiwasraya bak ulat yang menggerogoti tubuh perusahaan. Produk yang menggiurkan nasabah berkantong tebal ini ternyata macet karena terlalu berisiko dengan imbal hasil amat tinggi per tahunnya.
Sebelum JS Saving Plan dipasarkan, Jiwasraya meminta izin pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator yang menilai produk ini aman atau tidak untuk investasi bagi masyarkat.
ADVERTISEMENT
Sebagai seorang yang lama berkecimpung di industri investasi keuangan, Hexana menilai produk JS Saving Plan yang dikeluarkan Jiwasraya sebenarnya sah-sah saja. Masalah utamanya adalah penentuan harga imbal hasil yang dijanjikan alias pricing.
"Ya produknya disiapkan sudah ada fiturnya. Masalahnya ada di perusahaan itu, bisa jualan atau enggak dengan pricing itu untung atau rugi perusahaannya? Pricing-nya (JS Saving Plan) tinggi, very high risk," ujarnya.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten