Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Kasus Mafia Minyak Goreng Berlarut-larut, Pengamat Nilai Peran KPPU Masih Lemah
24 Juli 2022 19:00 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Kemelut mafia minyak goreng belum menemui titik terang hingga saat ini. Investigasi masih berlangsung oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU ) yang menduga adanya pelanggaran persaingan usaha tidak sehat atau kartel pada industri tersebut.
ADVERTISEMENT
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, mengatakan KPPU pada dasarnya sudah berupaya keras dalam pengungkapan kasus minyak goreng melalui investigasi dan penyidikannya.
"Tetapi pada saat persidangan seringkali kalah dan bahkan memang tidak berhasil menaikkan level penyidikannya sendiri," kata Tauhid saat rilis survei Lembaga Survei Nasional (LSI), Minggu (24/7).
Tauhid menyebut beberapa faktor yang mendasari kondisi ini. Pertama, dia menilai faktor utamanya adalah posisi tawar KPPU sendiri dalam sistem persaingan usaha, lantaran kebanyakan praktik monopoli dan oligopoli di Indonesia terjadi secara alamiah.
"Para pelaku usaha menengah besar mereka berkartel atau sebagainya itu terjadi secara alamiah dan sulit untuk dijadikan tersangka ketika melakukan banyak upaya agar terjadi keadilan dalam berusaha," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Praktik monopoli yang alamiah ini, kata Tauhid, terjadi karena para pengusaha menguasai seluruh sektor usaha, mulai dari pasar, bahan baku, kemampuan finansial dan hal tersebut terjadi selama berpuluh-puluh tahun termasuk di industri minyak goreng.
"Saya berkeyakinan KPPU tidak berhasil mengungkap itu karena kepemilikan aset dan sebagainya perusahaan besar ini memang sudah dari awal, mungkin sejak 20 tahun terjadi penguasaan aset yang luar biasa terhadap lahan sawit dan itu sulit dicegah," ungkapnya.
Dia menambahkan, kartel industri minyak goreng juga termasuk dalam pembentukan harga walaupun seharusnya terjadi karena mekanisme pasar. "Padahal memang alat pembuktian dari KPPU itu dirasakan masih sedikit, jadi kurang (efektif)," tambah Tauhid.
Kemudian faktor kedua, lanjut dia, adalah kewenangan KPPU untuk melakukan penyidikan sangat dibatasi oleh undang-undang (UU), sehingga hal ini mengakibatkan KPPU tidak optimal melakukan penyidikan terhadap potensi persaingan usaha yang tidak sehat
"Banyak kasus sebenarnya di kita yang sifatnya oligopoli, ini yang saya kira menjadi tantangan sehingga saat ini kalau kita lihat belum banyak hal (penyidikan KPPU) yang berhasil ditemukan di publik," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Direktur Investigasi KPPU, Gopprera Panggabean mengungkapkan proses penyelidikan terhadap kartel industri minyak goreng masih berlangsung hingga 5 Juli mendatang, sebelum diputuskan apakah akan ditingkatkan statusnya pada proses persidangan.
KPPU sejauh ini telah memanggil banyak pihak terkait persoalan minyak goreng mulai dari produsen, perusahaan pengemasan, distributor, hingga pemerintah. Namun, tidak semuanya bisa hadir memberikan keterangan secara langsung ke KPPU.
"Dalam proses, KPPU telah melakukan pemanggilan atas 41 pihak, termasuk atas 8 kelompok besar produsen minyak goreng," ungkap Gopprera melalui keterangan tertulis, dikutip pada Jumat (3/6).
Dia membeberkan 27 pihak telah memenuhi panggilan KPPU tersebut. 14 di antaranya merupakan produsen minyak goreng, yakni PT Agro Makmur Raya, PT Intibenua Perkasatama, PT Mikie Oleo Nabati Industri, PT Musim Mas, PT Salim Ivomas Pratama, PT Agrindo Indah Persada, PT Multi Nabati Sulawesi.
ADVERTISEMENT
Ada juga PT Incasi Raya, PT Selagi Makmur Plantation, PT Nagamas Palm Oil Lestari, PT Nubika Jaya, PT Pelita Agung Agriindustri, PT Permata Hijau Sawit, dan PT Pacific Medan Industri.