Kasus PHK pada 2025 Dinilai Bisa Capai 100 Ribu karena Efisiensi Anggaran

17 Februari 2025 7:30 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana Kantor Kemenko Bidang Perekonomian karena efisiensi anggaran. Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana Kantor Kemenko Bidang Perekonomian karena efisiensi anggaran. Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparan
ADVERTISEMENT
Efisiensi anggaran pemerintah bisa berdampak pada pengangguran dan kasus pemutusan hubungan kerja (PHK). Bahkan kasus PHK pada tahun 2025 diproyeksi bisa sampai 100.000.
ADVERTISEMENT
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan salah satu pemicu banyaknya kasus PHK adalah efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah.
Meskipun memang dia juga tidak menampik banyak faktor pendukung yang lain, seperti kondisi geopolitik yang akan menjadi kendala ekspor-impor Indonesia. Hal ini akan menciptakan ketidakpastian di sektor usaha.
“Bisa saja dengan kondisi-kondisi ini ditambah efisiensi alokasi APBN, APBD ini, bisa saja sampai 100.000 (kasus PHK),” kata Timboel kepada kumparan, Senin (14/2).
Dia melihat, pada tahun 2025 ini belum ada tanda-tanda pembukaan lapangan pekerjaan akan banyak. Namun potensi kasus PHK sudah terlihat jauh lebih banyak.
“Ini yang harus diperhatikan, yang kita sih berharap paling tidak pemerintah harus bisa menurunkan tingkat pengangguran ya. Paling tidak mencegah-mencegah terjadinya PHK seperti itu,” imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Efisiensi anggaran, menurut dia, akan menimbulkan multiplier effect, seperti pada sektor pariwisata juga industri manufaktur.
Instansi pemerintah diminta untuk mengencangkan ikat pinggang, sehingga belanja akan diminimalisir. Hal ini termasuk perjalanan dinas terjadi yang sejak lama diimbau untuk dikurangi.
Sementara permintaan dari pemerintah terhadap industri perhotelan juga sektor pariwisata akan cukup memukul kinerja sektor ini. Sehingga menurut dia hal ini akan meningkatkan jumlah pengangguran di Tanah Air.
“Tidak menggunakan hotel itu kan akan meningkatkan keterpurukan sektor pariwisata. Sementara sektor pariwisata ini kan sebenarnya menyerap lapangan kerja yang cukup besar juga gitu,” terangnya.
Dia melihat banyak Kementerian yang memangkas Alat Tulis Kerja (ATK) yang juga akan berdampak pada industri manufaktur di sektor tersebut.
ADVERTISEMENT
Sementara industri manufaktur juga menyerap banyak lapangan tenaga kerja. Sehingga akan membuat kenaikan angka pengangguran terbuka yang berdampak pada peningkatan kemiskinan.
Pada akhirnya daya beli akan semakin tergerus dan Indonesia akan kesulitan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen dalam 5 tahun. Bahkan Timboel melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa di bawah angka 5 persen.
“Nah 52 persen kontributor pertumbuhan ekonomi itu kan adalah konsumsi. Sehingga saya khawatir memang nanti pertumbuhan ekonomi itu pasti di bawah 5 persen,” jelasnya.
“Saya kira nanti begitu, pengangguran meningkat, pertumbuhan ekonomi di bawah 5 persen kemudian kemiskinan bertambah. Nah ini kan persoalan yang menjadi lingkaran setan gitu ya. Sehingga kesejahteraan menjadi lebih jauh dari masyarakat seperti itu,” terangnya.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan Timboel, ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menilai terlalu dini untuk melihat dampak efisiensi anggaran pemerintah pada kasus PHK di Indonesia.
Hal ini dikarenakan menurut dia pemerintah masih menggodok aturan dan juga pos yang akan berpotensi terkena efisiensi juga pos mana tempat realokasi dari efisiensi anggaran tersebut.
Meski demikian, dia melihat jika pemerintah akan mengalokasikan hasil efisiensi anggaran ini untuk Makan Bergizi Gratis dan melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), maka akan membantu pertumbuhan ekonomi. Karena bisa membantu membuka lapangan pekerjaan.
“Namun jika (program Makan Bergizi Gratis) bersifat sentralistik, saya kira efek pengganda (pertumbuhan ekonomi)-nya akan relatif lebih kecil,” kata Yusuf kepada kumparan.
ADVERTISEMENT
Dia juga belum bisa memastikan berapa jumlah tenaga kerja non-ASN di tubuh pemerintahan yang akan dipangkas. Namun, kementerian atau lembaga yang memiliki porsi anggaran kecil untuk 2025, menurut dia akan berkemungkinan melakukan PHK pegawai non-ASN.
“Yang pasti potensi kementerian dan lembaga yang punya ruang gerak belanja relatif sedikit tentu akan memasukkan efisiensi atau pengurangan tenaga honorer sebagai salah satu bentuk penghematan yang dilakukan,” jelasnya.