Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Kata Sri Mulyani soal Utang BUMN Konstruksi yang Dikritik Prabowo
26 Juni 2018 12:59 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
ADVERTISEMENT
Persoalan utang BUMN konstruksi mendapat sorotan dari Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto . Prabowo menyebut utang BUMN karya seperti Waskita Karya, Wijaya Karya, Pembangunan Perumahan, dan Adhi Karya naik ratusan persen.
ADVERTISEMENT
Untuk PT Waskita Karya Tbk (WSKT), Prabowo menyebut kenaikan utang mencapai sebesar 669%. Sedangkan PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) mengalami kenaikan 181%. Dua BUMN lainnya yang mengalami kenaikan utang, lanjut Prabowo, adalah PT Adhi Karya Tbk (ADHI) sebesar 155% dan PT Pembagunan Perumahan Tbk (PTPP) 125%.
Memburuknya neraca keuangan BUMN-BUMN terkait infrastruktur ini juga mendapat perhatian dari lembaga pemeringkat Standard & Poor's (S&P ) pada Maret lalu.
S&P mengungkapkan, rasio utang pada pada 20 BUMN konstruksi telah meningkat 5 kali terhadap pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA). Angka ini melonjak dibandingkan pada tahun 2011 yang hanya 1 kali terhadap EBITDA.
Perusahaan-perusahaan pelat merah dinilai melakukan pinjaman dengan jumlah yang cukup banyak demi pembangunan infrastruktur pemerintah.
ADVERTISEMENT
Terkait masalah ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui keterbatasan kemampuan BUMN secara korporasi dalam melaksanakan penugasan infrastruktur. Dia memastikan pemerintah selalu memegang prinsip kehati-hatian dan memberikan dukungan sepenuhnya untuk menjaga kesehatan BUMN dari risiko kolaps.
"Pemerintah selalu memegang prinsip kehati-hatian dan memberikan dukungan sepenuhnya untuk menjaga kondisi kesehatan BUMN dari risiko kolaps," ujar Sri Mulyani pada 12 April 2018 lalu.
Dukungan dari pemerintah tersebut diberikan melalui penambahan penyertaan modal negara (PMN), pemberian jaminan pemerintah, maupun pemberian margin dalam pelaksanaan Public Service Obligalion (PSO).
Selain itu, Sri Mulyani juga memastikan adanya alokasi dana dalam APBN untuk pembayaran atas pekerjaan yang diselesaikan oleh BUMN (sesuai dengan kontrak).
Menurut dia, Kementerian Keuangan bersama Kementerian BUMN dan kementerian/lembaga terkait juga melakukan pengelolaan risiko secara berkala melalui pemantauan terhadap kapasitas neraca serta kondisi likuiditas BUMN.
ADVERTISEMENT
"Dengan demikian, risiko keuangan negara yang bersumber dari penurunan kinerja neraca BUMN tetap dalam kondisi aman dan terkendali," katanya.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai sebenarnya tak ada masalah. Menurutnya, melemahnya neraca keuangan tersebut merupakan indikator banyaknya kerjaan yang diurusi BUMN tersebut.
"Pada dasarnya itu bukan problem karena enggak ada kerjaan, enggak ada duit, itu kalaupun muncul persoalan, itu problem of growth namanya," ujar Darmin pada 23 Maret 2018.
Menurut mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) tersebut, yang seharusnya dikhawatirkan adalah jika BUMN konstruksi itu tidak memiliki pekerjaan. "Justru yang dikhawatirkan kalau problem karena enggak ada kerjaan," tambahnya.
Di lain kesempatan, Menteri BUMN Rini Soemarno mengungkapkan bahwa posisi utang BUMN yang saat ini mencapai Rp 4.800 triliun. Menurut Rini, selama ini total utang tersebut dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan produktif.
ADVERTISEMENT
"Semua pinjaman itu untuk membangun yang dimanfaatkan untuk aset produktif," kata Rini pada 8 Juni 2018.
Rini juga memastikan jika perusahaan-perusahaan pelat merah dapat melunasi utang tersebut. Apalagi, kata dia, BUMN juga memiliki total aset yang cukup besar yaitu mencapai Rp 7.200 triliun.
"BUMN harus dilihat balance-nya secara total. Jangan dilihat utang gitu. Kami asetnya sampai Rp 7.200 triliun. Itu hanya dilihat dari aset dasar buku. Tapi kalau nilai pasarnya itu berapa?" ucapnya.