Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Kebijakan HGBT Diusulkan Permanen, Ini Kata Kementerian ESDM
16 Juli 2024 16:26 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Pemerintah baru saja memastikan kelanjutan HGBT di tahun 2025. Program yang berlaku sejak pandemi COVID-19 ini dinikmati oleh 7 industri yaitu pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.
Usulan HGBT menjadi permanen disampaikan Direktur Eksekutif Tenggara Strategics, Riyadi Suparno. Dia menilai, HGBT memberikan dampak positif terhadap pupuk dan produktivitas pertanian di Indonesia.
Riyadi menghitung setiap kenaikan USD 1 harga gas untuk industri pupuk, dari harga yang ditetapkan pada program HGBT USD 6 per MMBTU, akan berdampak pada penurunan produksi padi 28 persen dan luas panen padi sebesar 29 persen.
"Bagi kami, sih, sebaiknya ini HGBT dibuat permanen saja, jadi tidak dibuat berdasarkan waktu. Kemarin ribut-ribut karena berakhir tahun ini, kemudian diperpanjang, sampai kapan? Jadi ini suatu kebijakan yang dipermanenkan menggunakan UU atau PP," tuturnya saat Diskusi Kontribusi energi terhadap produktivitas pertanian, Selasa (16/7).
Selain itu, Riyadi juga menyarankan agar HGBT juga bisa dinikmati untuk produksi pupuk nonsubsidi (PSO). Sebab, produktivitas petani juga bergantung pada pupuk nonsubsidi.
ADVERTISEMENT
"Ada satu diskusi yang menyatakan bahwa pupuk nonsubsidi tidak berhak mendapatkan HGBT, tapi sebenarnya ini penting juga untuk konsumsi karena nonsubsidi juga meningkatkan produktivitas pertanian, jadi kalau memang tujuannya untuk pertanian dan pangan nonsubsidi juga berhak terhadap HGBT," jelasnya.
Menanggapi usulan tersebut, Direktur Pembinaan Program Migas Kementerian ESDM, Mirza Mahendra, menilai HGBT tidak bisa berlaku permanen, sebab pasokan hulu gas tidak selamanya tersedia.
"Kalau membuat seumur hidup pada saat itu, bisa-bisa pemerintah dituntut, kalau seumur hidup saya rasa tidak ada yang bisa memenuhi satu lapangan itu bisa berproduksi seumur hidup, tidak ada," tegasnya.
Di sisi lain, lanjut dia, penemuan cadangan gas jumbo akhir-akhir ini mayoritas berada di laut dalam atau offshore. Dengan begitu, pengangkutan gas tidak bisa melalui pipa transmisi, melainkan melalui Liquified Natural Gas (LNG) yang biayanya lebih mahal.
ADVERTISEMENT
"Akhirnya bangun jadi LNG pasti harganya kan lebih mahal, pasti ke sana larinya. Tapi kami di Kementerian ESDM, we fight, fight banget untuk bisa kawan-kawan menerima HGBT," tuturnya.
Selain itu, dia juga menilai alokasi gas murah untuk pupuk nonsubsidi juga kurang pas jika diterapkan. Sebab, pupuk nonsubsidi ada yang diekspor, tidak hanya untuk kebutuhan domestik.
"Kayaknya kok saya kurang pas kalau yang non-PSO kita berikan juga, yang jelas untuk pupuk we have a first priority. Tapi memang untuk PSO, yang non-PSO ya floating (harga pasar) dong," jelas Mirza.