Kebutuhan Migas Bakal Terus Naik, SKK Migas Diminta Genjot Produksi

15 Agustus 2024 14:22 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Executive Director IPA, Marjolijn Wajong Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Executive Director IPA, Marjolijn Wajong Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Indonesian Petroleum Association (IPA) meminta SKK Migas terus menggenjot produksi migas di Indonesia. Direktur Eksekutif IPA, Marjolijn Wajong, menuturkan meski produksi migas membaik, tetapi masih dalam posisi menurun.
ADVERTISEMENT
“Produksi sudah decline, meskipun disebutkan kita dalam beberapa tahun berhasil menurunkan decline tapi belum naik, kita butuhnya naik,” kata Marjolijn dalam acara diskusi Supply Chain and National Capacity Summit 2023, di Jakarta Convention Centre (JCC), Senayan, Kamis (15/8).
Marjolijn memprediksi kebutuhan minyak dan gas tetap akan mengalami kenaikan. Sehingga, pemerintah Indonesia harus memutar otak untuk menambah produksi energi tersebut.
“Ke depannya oil and gas akan tetap berproduksi bahkan keperluannya tambah, karena ada ekonomi growth walaupun persentasenya akan menurun karena renewable akan menambah tapi secara volume akan bertambah,” ujar Marjolijn.
Marjolijn melihat hal ini akan menjadi tantangan yang berat untuk Indonesia. Sebab, pilihan untuk mengimpor migas tidak lagi dapat diharapkan. Menurutnya, solusi terbaik untuk hal ini adalah memanfaatkan Sumber Daya Alam (SDA) di Indonesia secara lebih optimal.
Area pengeboran migas PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI). Foto: Dok. PHI
“Gimana caranya memenuhinya, menurut kami opsi terbaik adalah mengelola dari sumber-sumber daya alam dalam negeri, caranya kita harus memenuhinya dari dalam negeri, kita punya potensinya, itu akan memberikan banyak tambahan-tambahan nilai kepada industri ini. Karena yang sekarang saja impor, apalagi nanti kalau kita membutuhkan lebih banyak lagi,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Marjolijn menjelaskan tantangan jangka panjang yang akan dihadapi oleh industri hulu migas, seperti aging infrastruktur, volatilitas harga minyak hingga environmental and social concern.
Dia menyoroti keberlanjutan industri ini yang akan membutuhkan banyak biaya tambahan untuk memperbarui sarana yang ada. Lalu kondisi geopolitik yang akan menyebabkan volatilitas harga minyak yang berdampak pada pendapatan industri migas, serta perencanaan investasi dari investor.
“Dan khusus untuk Indonesia ada tambahan formalitas issue, kita tahu permit kita masih berjalan di tempat perbaikannya belum terlihat signifikan,” ungkap Marjolijn.
Marjolijn mengatakan kondisi itu bersamaan dengan agenda transisi energi untuk menurunkan emisi. Dalam hal ini Indonesia membutuhkan biaya dan waktu untuk mengembangkan berbagai proyek transisi energi.
“Dan environmental and social concern, banyak orang yang melihat kita di luar sana, kita ini seperti the bad guy atau yang bikin kotor dan kita harus bisa menjawab kita bisa berproduksi menambah energi kita tetapi bisa menurunkan emisi ini, ini tantangannya,” tutur Marjolijn.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Kepala Divisi Optimalisasi Cadangan SKK Migas, Sri Andaryani, menuturkan pihaknya kerap mendapati pertanyaan mengenai sulitnya kenaikan produksi minyak. Padahal SKK Migas telah berupaya melakukan berbagai pekerjaan yang masif.
Dalam paparannya, Andar menjelaskan pada 2020 terjadi penurunan produksi minyak sebesar 5 persen dari 2019, lalu menurun kembali pada 2021 dan 2022 masing-masing sebesar 7 persen.
Pada 2023, angka penurunan produksi minyak ini sedikit pulih menjadi 1,1 persen dibanding 2022.
Pada 2020, Indonesia memproduksi minyak sebanyak 708,32 Million Barrel Oil per Day (MBOPD), lalu pada 2021 sebanyak 660,30 MBOPD, pada 2022 sebesar 612,3 MBOPD dan 2023 sebesar 605,5 MBOPD.