Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Kecuali Gibran, Mentan Kritik Muhaimin dan Mahfud soal Data Pertanian
22 Januari 2024 18:09 WIB
·
waktu baca 8 menitADVERTISEMENT
Menteri Pertanian (Mentan ) Andi Amran Sulaiman mengkritik Cawapres nomor urut 01 Muhaimin Iskandar dan Cawapres 03 Mahfud MD soal data-data pertanian. Dalam debat Cawapres semalam, dua Cawapres tersebut menghujani pertanyaan-pertanyaan seputar pertanian kepada Cawapres nomor urut 02 Gibran Rakabuming Raka.
ADVERTISEMENT
Amran mengkoreksi pernyataan dua cawapres tersebut. Menurut dia, ada beberapa pernyataan terkait sektor pertanian yang tidak tepat dan perlu diluruskan. Namun, Amran tak menyinggung atau mengkoreksi pernyataan dari Cawapres no urut 02, Gibran Rakabuming Raka.
"Kami menyayangkan beberapa data tidak di kroscek secara detail, yang kami khawatirkan bisa menyebabkan disinformasi di masyarakat," kata Mentan Amran dalam rilis resmi, Senin (22/1).
Kritik soal Data Pupuk Subsidi
Pertama, Andi Amran mengkritik pernyataan Mahfud MD yang menyatakan bahwa petani Indonesia makin sedikit, lahan pertanian makin sedikit, tapi subsidi pupuk makin besar sehingga pasti ada yang salah dalam tata kelola pertanian di Indonesia.
Mentan menjelaskan, tema besar pembangunan pertanian Indonesia tahun 2024 adalah transformasi pertanian tradisional menuju pertanian modern, agar seluruh proses aktivitas pertanian menggunakan alat mesin pertanian modern.
ADVERTISEMENT
Gagasan besarnya bertujuan menekan biaya produksi 50-60 persen, meningkatkan produktivitas 20-30 persen, planting index 1-2, peningkatan mutu, mengurangi looses, dan petani mampu bertransformasi ke sektor pertanian lainnya seperti pembibitan, perbengkelan, RMU dan dryer.
Dengan modernisasi ini, secara otomatis jumlah petani tradisional berkurang, namun kesejahteraan petani meningkat. "Ini terbukti dengan tercapainya Nilai Tukar Petani (NTP) 117,76 tertinggi dalam sejarah pertanian Indonesia," kata Amran.
Kedua, soal jumlah pupuk subsidi yang dikatakan Mahfud naik terus. Kata Amran, justru dalam beberapa tahun terakhir nilai dan volume subsidi pupuk menurun, yang diakibatkan penurunan jumlah nilai subsidi dan kenaikan harga bahan baku pupuk.
Data Kementan mencatat sejak 2019 tren alokasi subsidi pupuk Indonesia menurun dari Rp 34,1 triliun menjadi Rp 31,1 triliun pada 2020, dan terus menurun hingga Rp 25,3 triliun pada 2023.
ADVERTISEMENT
Sementara untuk volumenya, yang diberikan rata-rata dari sekitar 9 juta ton, hingga tersisa 6,1 juta ton pada tahun 2023. Tahun 2024 ini, subsidi pemerintah hanya 4,7 juta ton.
Penurunan pupuk subsidi ini akibat bahan baku yang semakin mahal, yakni harga DAP (Diamonium Fosfat) mengalami kenaikan sebesar 76,95 persen, sedangkan harga pupuk urea naik hingga sebesar 235,85 persen," jelas dia.
"Namun saat ini Presiden Joko Widodo telah menambahkan anggaran subsidi pupuk hingga Rp 14 triliun karena ekonomi makin pulih dan harga bahan baku pupuk mulai stabil," kata Amran.
Kritik soal Data Jumlah Petani
Mentan Amran juga mengkritik pernyataan Mahfud MD dan Muhaimin tentang penurunan jumlah petani.
“Data Sensus Pertanian 2023 yang menunjukkan bahwa dalam 10 tahun terakhir jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian (RTUP) mampu meningkat 8,74 persen,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, ada penurunan jumlah Usaha Pertanian Perorangan (UTP) sebesar 7,45 persen. Meski begitu, Amran beralasan itu lebih disebabkan kepada usaha pertanian yang makin efisien karena meningkatnya penggunaan alat dan mesin pertanian yang menekan jumlah tenaga kerja.
Katanya, justru hal ini menunjukkan keberhasilan transformasi pertanian tradisional menjadi pertanian modern, dan penggunaan mekanisasi berhasil membuat efisiensi waktu pengolahan lahan hingga 97,4 persen.
"Sebagai contoh, dulu bertanam butuh 20 orang untuk 1 hektar, kini cukup satu orang selama 5 jam. Begitu pula panen dengan combine harvester cukup 2 orang per hektar selama 4 jam. Ini sangat efisien," tegas Amran.
Level mekanisasi pertanian Indonesia juga diklaim terus naik, di mana pada tahun 2015 hanya 0,5 Horse Power (HP) per hektar, meningkat menjadi 1,68 HP per hektar di 2018 dan terus naik tahun 2021 mencapai 2,1 HP, dan diprediksi tahun 2024 menjadi sekitar 3,5 HP per ha.
ADVERTISEMENT
"Pemerintah menargetkan level mekanisasi Indonesia mampu setara dengan Jepang, Taiwan dan negara lainnya," kata Amran.
Data BPS dalam Sensus Pertanian 2023 mencatat, jumlah Perusahaan Pertanian Berbadan Hukum (UPB) meningkat 35,54 persen. Selain itu jumlah petani milenial yang berumur 19–39 tahun meningkat menjadi 6,183,009 orang atau sekitar 21,93 persen dari total petani Indonesia.
“Petani milenial saat ini 16,78 juta orang menurut data BPS terkini, dan terus akan bertambah. pemerintah terus mendorong regenerasi petani dan terlihat berbagai program kita memberi dampak positif,” jelasnya.
Kritik Pernyataan Muhaimin soal Impor Pertanian
Tak ketinggalan, Amran juga menyoroti pernyataan Muhaimin Iskandar bahwa impor pertanian yang semakin meningkat dan peran pertanian yang semakin menurun. Menurut Amran, kondisi perdagangan komoditas pertanian tidak bisa dilihat dari satu komoditas aja, tapi dari neraca perdagangan antara jumlah total nilai yang diekspor dikurangi dengan jumlah total nilai yang diimpor.
ADVERTISEMENT
Dia menegaskan, data neraca perdagangan komoditas pertanian indonesia selalu menunjukkan neraca positif dan menguntungkan. Berdasarkan catatan BPS, neraca perdagangan hasil pertanian Indonesia pada kurun waktu 2014-2023 memiliki neraca positif dengan nilai Rp 11,681 triliun.
Amran bilang, selama 5 tahun periode awal jabatannya sebagai Menteri Peranian, PDB sektor pertanian secara konsisten menunjukkan tren positif.
Dari data yang Kementan himpun, pada 2013 PDB sektor pertanian sebesar Rp 847,8 triliun dan terus meningkat masing-masing menjadi Rp 880,4 triliun pada 2014, dan Rp 906,8 triliun pada 2015. Pada 2016 dan 2017, PDB sektor pertanian kembali meningkat menjadi Rp 936,4 triliun dan Rp 969,8 triliun. Dan pada 2018 PDB sektor pertanian meningkat menjadi Rp 1.005,4 triliun.
ADVERTISEMENT
Bahkan di tengah pandemi COVID-19 dan ancaman krisis pangan dunia, kontribusi PDB sektor pertanian tahun 2019 sebesar 9,40 persen, kemudian menjadi 10,20 persen tahun 2020, dan pada tahun 2021 menjadi 9,85 persen.
“Besaran PDB pertanian atas dasar harga berlaku adalah Rp 718,4 triliun dari besaran PDB nasional atas dasar harga berlaku pada kuartal III-2023 sebesar Rp 5.296 triliun. Ingat kita baru melewati masa pandemi COVID-19 dan ancaman El Nino yang kuat. Pertanian mampu tumbuh dan berkontribusi baik,” kata dia.
Salah satu faktor yang mendongkrak peningkatan PDB pertanian Indonesia adalah meningkatnya ekspor. Pada kurun waktu yang sama, peningkatan ekspor diperkirakan mencapai 9-10 juta ton. Jika pada 2013 ekspor hanya mencapai 33 juta ton, maka pada 2018 ekspor pertanian mencapai 42 juta ton. Nilai ekspor juga demikian. Nilai ekspor 2018 mencapai Rp 499,3 triliun, atau meningkat 29,7 persen dibandingkan 2015.
ADVERTISEMENT
"Ada peningkatan nilai ekspor sebesar Rp 1.764 triliun pada kurun waktu 2015-2018," terang Amran.
Food Estate dan Swasembada
Dalam debat Cawapres, Gibran selalu digempur dengan persoalan food estate yang disebut gagal. Menurut Amran, proyek lumbung pangan ini berjalan baik dan masih sesuai target.
“Food estate ini bukan proyek instan, butuh proses. Kenyataannya kita memiliki 10 juta hektar yang sebelumnya tidak dimanfaatkan untuk lahan pertanian. Kami sekarang menggarap itu, butuh proses, butuh teknologi agar menjadi lahan produktif,” jelasnya.
Amran memberi contoh, saat ini ada food estate di Humbang Hasundutan seluas 418,29 hektar, kemudian food estate di Temanggung dan Wonosobo memiliki 907 hektar telah berhasil panen komoditas hortikultura.
Sementara di Kalimantan Tengah, dia mengeklaim berhasil melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi lahan hingga mampu panen padi dengan produktifitas 5 ton per hektar. Begitu pula di Sumba Tengah NTT dan Kabupaten Keerom Papua yang telah mampu panen jagung seluas 500 hektar.
ADVERTISEMENT
“Food estate tersebut sudah berhasil panen. Food estate Gunung Mas juga sudah panen jagung seluas 10 hektar dan singkong seluas 3 hektar. Kita pantau terus lahan tersebut,” jelas Amran.
Amran menambahkan, sektor pertanian akan selalu menjadi bantalan ekonomi nasional dan mampu menekan inflasi. Sektor ini, kata dia, tercatat pernah mampu menurunkan inflasi hingga 1,26 persen pada tahun 2017, sehingga Badan Pangan Dunia (FAO) memberikan apresiasi, dan bahkan keberhasilan swasembada beras mendapatkan apresiasi yang sangat baik.
"Indonesia bahkan sudah menghentikan impor bawang merah sejak 2016, bahkan pada 2017 Indonesia ekspor bawang merah ke enam negara, salah satunya Thailand. Begitu pula swasembada beras telah mampu dicapai pada 2018, 2019, dan 2020. Komoditas jagung, telur dan ayam juga swasembada pada tahun 2018," kata dia.
ADVERTISEMENT
Amran mengatakan, sektor pertanian ini bukan sesuatu yang hanya jadi bahan diskusi dan diperdebatkan, tapi sesuatu yang harus dilihat langsung di lapangan.
“Saya ingin mengingatkan bahwa pertanian itu bukan hanya untuk jadi bahan diskusi, namun pertanian itu harus dikerjakan. Turun ke lapangan, dan itu yang kami lakukan di Kementan,” pungkas dia.
Petani Gurem Naik Pesat
Meskipun benar kata Amran, bahwa jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian (RTUP) meningkat, tapi sayangnya jumlah petani gurem, alias yang punya lahan kurang dari 0,5 hektar naiknya juga melesat.
Data BPS mencatat, jumah RTUP tahun 2013 mencapai 25.751.267 di mana terdapat RTUP gurem sebanyak 14.248.864 atau 55,33 persen. Kemudian, pada 2023 RUTP naik menjadi 27.763.821, di mann RTUP gurem juga melesat menjadi 16.891.120 atau 60,84 persen.
ADVERTISEMENT
Adapun sebagian besar Usaha Pertanian Perorangan (UTP) bersifat yang masuk kategori gurem ini terjadi pada semua UTP subsektor pertanian, kecuali perkebunan. Di subsektor tanaman pangan, petani gurem mendominasi 64,13 persen, kemudian di subsektor hortikultura petani gurem mencapai 67,08 persen.
Sementara di subsektor peternakan, petani gurem mendominasi sebesar 72,18 persen, di subsektor perikanan petani gurem mendominasi mencapai 65,64 persen, dan di subsektor kehutanan petani gurem porsinya 66,76 persen. Sedangkan hanya di subsektor perkebunan yang tidak didominasi petani gurem yang hanya 37,39 persen.
Tak Sejahtera, Petani Selalu Tekor
Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santosa menyebut salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas pertanian Indonesia adalah kesejahteraan petani. Dia mencontohkan petani padi yang kurang sejahtera membuat produksi beras nasional turun terus.
ADVERTISEMENT
Dwi mengatakan, produksi padi nasional selama periode Jokowi tahun 2014-2023 selalu turun 1 persen setiap tahun. Hal itu menurutnya menjadi indikasi gagalnya food estate.
"Saya punya time series produksi padi selama 20 tahun terakhir. Saya mengamati persis bahwa kesimpulan yang bisa saya ambil, produksi padi tidak ada kaitannya dengan program pemerintah," kata Dwi kepada kumparan, Senin (22/1).
Menurutnya salah satu faktor penting dalam produktivitas padi nasional yakni kesejahteraan petani. Kata dia, petani tidak akan tanam padi bila itu tidak menguntungkan bagi mereka.
"Yang terjadi bukan keuntungan, beberapa tahun terakhir rugi. Survei kami di jaringan tani kami, AP2TI, itu kerugiannya Rp 250 ribu sampai Rp 1 juta per 2.000 meter persegi. Kerugiannya. Kalau bicara data resmi data silakan, NTP tanaman pangan 2021-2022 itu hanya 98,5. NTP tanaman pangan," pungkas Dwi.
ADVERTISEMENT