Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.1
Kedok Pendanaan Transisi Energi, Awas RI Terlilit Utang Negara Adi Daya Lagi
5 Juli 2023 20:07 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Indonesia bersama negara maju yang tergabung dalam IPG (Amerika Serikat, Inggris Raya, Kanada, Jerman, Prancis, Italia, Jepang, Norwegia, Denmark, dan Uni Eropa) telah menandatangani kemitraan pendanaan transisi energi senilai USD 20 miliar. Ini tertuang dalam komitmen pendanaan transisi energi berkeadilan atau Joint Statement Just Energy Transition Partnership (JETP).
ADVERTISEMENT
Direktur Eksekutif dan Ekonom CELIOS, Bhima Yudhistira, mengatakan seharusnya komitmen pendanaan dari negara maju tersebut bisa lebih dari USD 20 miliar. Kata Bhima, itu angka yang kecil.
"Dan beberapa studi mengungkapkan bahwa kewajiban negara maju yang disebut rich polluting countries itu USD 100 miliar untuk donor atau hibah kepada negara berkembang, sebagai tanggung jawab mitigasi risiko setiap tahunnya. Berarti 5 kali lipat daripada komitmen JETP di Indonesia," kata Bhima saat ditemui di Jakarta, Rabu (5/7).
Dari komitmen pendanaan USD 20 miliar, pemerintah Indonesia bakal mendapatkan dana hibah senilai USD 160 juta atau sekitar Rp 2,39 triliun. Nominal tersebut sekitar 0,8 persen dari seluruh total komitmen pendanaan JETP senilai USD 20 miliar.
Bhima menilai seharusnya dana hibah itu bisa lebih besar porsinya. Terlebih, negara tersebut bisa maju dengan menjadi polutan lingkungan dari aktivitas ekonomi mereka. Sebagai negara agraris, kata Bhima, Indonesia menjadi salah satu korban dari polusi yang mereka sebabkan.
ADVERTISEMENT
"Oleh karena itu, dengan posisi mereka dengan pendapatan per kapita mereka yang cukup tinggi, dan itu sebagian dihasilkan dari polusi yang mereka ciptakan, maka kita meminta bahwa setidaknya dari USD 20 miliar itu bisa lebih dari 40 persen yang merupakan hibah," kata Bhima.
Adapun pendanaan JETP Indonesia terdiri atas USD 10 miliar pendanaan publik dari para anggota IPG. Sementara USD 10 miliar sisanya dari 7 institusi keuangan internasional yang merupakan anggota Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ), yaitu HSBC, Citibank. Standard Chartered, Bank of America, Deutsche Bank, MUFG, dan Macquarie.
Rencananya, dana akan disalurkan secara multi-jalur dan multi-pihak, tergantung dari skema investasi dan tipe proyek. Tipe pendanaan antara lain dapat berupa hibah dan pinjaman, baik lunak maupun blended finance, yaitu suatu skema di mana pendanaan komersial diramu dengan tipe pendanaan lainnya untuk menghasilkan suku bunga rendah dan persyaratan yang paling baik (biaya modal yang lebih murah).
ADVERTISEMENT
Berdasarkan Joint Statement JETP Indonesia, mobilisasi pendanaan ditargetkan terjadi di tahun ke 3 sampai tahun ke 5 setelah kemitraan pendanaan JETP Indonesia disepakati.
Kata Bhima, JETP ini akan tidak berguna apabila pendanaannya diberikan dengan bunga yang tinggi. Kalau itu terjadi, pemerintah hanya akan menambah utang Indonesia pada negara-negara adi daya.
"Jadi bukan kemudian JETP ini menambah jumlah pinjaman baru. Karena setahun ini, kita sudah menanggung Rp 440 triliun, dan tahun depan Rp 480 triliun estimasi beban bunga atau interest payment dari total utang pemerintah. Jadi, bunganya aja, belum pokok utangnya," kata Bhima.
"Kita harapkan JETP ini mengurangi pokok utang tadi dalam bentuk pertukaran utang dengan program. Jadi utang Indonesia berkurang, tapi transisi energinya berjalan," tegasnya lagi.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membeberkan setengah dari pendanaan Just Energy Transition Partnership Investment (JETP) sebesar USD 20 miliar, merupakan pinjaman komersial.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, mengatakan saat ini bunga pinjaman pendanaan JETP sudah ada dan berbeda tergantung asal pinjaman, namun dia tidak merinci lebih lanjut.
"Beberapa sudah ada (bunga), kan bentuknya macam-macam ada grant (hibah), concessional loan, ada technical assistance, commercial loan, ada juga sifatnya garansi, ada yang full komersial biasa," jelasnya kepada wartawan di Ayana Hotel Midplaza Jakarta, Rabu (10/5).
Dia menambahkan, masing-masing bank menetapkan tingkat bunga yang berbeda. Meski begitu, dia memastikan masih ada opsi penjaminan untuk menurunkan risiko pinjaman. Dari total USD 20 miliar, USD 10 miliar didanai dari 7 institusi keuangan internasional yang merupakan anggota Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ), yaitu HSBC, Citibank. Standard Chartered, Bank of America, Deutsche Bank, MUFG, dan Macquarie.
ADVERTISEMENT
"Per sekarang separuhnya komersial karena datangnya dari aliansi perbankan yang USD 10 billion, bunganya macam-macam tiap bank," kata Dadan.